Mahasiswa Tidak Wajib Skripsi Lagi, Ini Aturan Barunya

Kemendikbudristek Nadiem Anwar Makarim / Ist.


Jakarta, Beritainspiratif.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim hari ini meluncurkan Merdeka Belajar Episode Ke-26 yang bertajuk Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi.

Peluncuran ini menandakan bahwa sejak dihadirkannya berbagai kebijakan Merdeka Belajar pada tahun 2019, maka 10 dari 26 episode Merdeka Belajar berfokus kepada transformasi pendidikan tinggi.

“Pendidikan tinggi memiliki peran penting sebagai pendorong pertumbuhan yang berkelanjutan, persiapan SDM unggul, dan sebagai tulang punggung inovasi. Selain itu, pendidikan tinggi adalah jenjang yang paling dekat dengan dunia kerja dan masyarakat; lulusan perguruan tinggi dituntut untuk dapat berkontribusi dengan baik. Itu mengapa kami meletakkan titik berat pada transformasi jenjang pendidikan tinggi, ” jelas Mendikbudristek dalam keterangan resminya Selasa (29/8/2023).

Pada episode 26 Merdeka Belajar kali ini mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

“Ada dua hal fundamental dari kebijakan ini yang memungkinkan transformasi pendidikan tinggi melaju lebih cepat lagi. Pertama, Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang lebih memerdekakan, di mana Standar Nasional kini berfungsi sebagai pengaturan framework dan tidak lagi bersifat preskriptif dan detail, diantaranya terkait pengaturan tugas akhir mahasiswa. Kedua, sistem akreditasi pendidikan tinggi yang meringankan beban administrasi dan finansial perguruan tinggi,” terang Mendikbudristek.

Baca Juga: Rusun Cisaranten Bina Harapan Kota Bandung Cocok untuk Milenial, Ini Link Daftarnya!

Transformasi yang Ditunggu Warga Pendidikan Tinggi

Merdeka Belajar Episode Ke-26 memudahkan perguruan tinggi untuk lebih fokus dalam meningkatkan mutu Tridharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian masyarakat.

Sebelumnya, Standar Nasional Pendidikan Tinggi bersifat kaku dan rinci sehingga perguruan tinggi kurang leluasa merancang proses dan bentuk pembelajaran sesuai kebutuhan keilmuan dan perkembangan teknologi. Misalnya saja, syarat kelulusan yang tidak relevan dengan zaman dan alokasi waktu yang diatur sampai per menit per minggu dalam satu satuan kredit semester (sks).

Contoh transformasi terkait Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang lebih memerdekakan dijabarkan Menteri Nadiem pada acara peluncuran. Salah satunya terkait standar penelitian dan standar pengabdian.

“Beberapa perubahan adalah penyederhanaan lingkup standar penelitian dan standar pengabdian kepada masyarakat dari delapan standar menjadi tiga standar; penyederhanaan pada standar kompetensi lulusan; dan penyederhanaan pada standar proses pembelajaran dan penilaian,” kata Mendikbudristek.

Lebih lanjut Mendikbudristek mencontohkan transformasi terkait  Sistem Akreditasi Pendidikan Tinggi.

“Beberapa pokok perubahan terkait sistem akreditasi pendidikan tinggi adalah status akreditasi yang disederhanakan; biaya akreditasi wajib sekarang ditanggung pemerintah; dan proses akreditasi dapat dilakukan pada tingkat unit pengelola program studi,” terangnya.

Dengan penyederhanaan lingkup standar penelitian dan standar pengabdian kepada masyarakat dari delapan standar menjadi tiga standar yakni penyederhanaan standar kompetensi kelulusan;  penyederhanaan standar proses pembelajaran dan penilaian.

Standar kompetensi lulusan untuk mahasiswa S1 atau D4 tidak lagi wajib dikenakan skripsi sebagai syarat kelulusan. Syaratnya, prodi mahasiswa bersangkutan sudah menerapkan kurikulum berbasis proyek maupun bentuk lain yang sejenis.

Akan tetapi untuk mahasiswa yang belum menjalani kurikulum berbasis proyek, maka syarat lulus kuliahnya yaitu tugas akhir yang juga tidak harus berbentuk skripsi.

Bentuk lainnya tersebut berupa prototipe, proyek, maupun bentuk sejenis lainnya. Tugas akhir ini juga dapat dikerjakan secara individu maupun berkelompok.

Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

"Tugas akhir bisa berbentuk macam-macam. Bisa berbentuk prototipe. Bisa berbentuk proyek. Bisa berbentuk lainnya. Tidak hanya skripsi atau disertasi. Bukan berarti tidak bisa tesis atau disertasi, tetapi keputusan ini ada di masing-masing perguruan tinggi," kata Nadiem.

Baca Juga: 10 Peraih Anugerah Budaya Kota Bandung 2023, Dari SAM BIMBO Hingga Dalang Opick

Nadiem menjelaskan, seharusnya setiap kepala prodi punya kemerdekaan untuk menentukan bagaimana cara pihaknya mengukur standar capaian kelulusan mereka. Untuk itu, kini standar terkait capaian lulusan ini tidak dijabarkan secara rinci lagi di Standar Nasional Pendidikan tinggi.

"Perguruan tinggi dapat merumuskan kompetensi sikap dan keterampilan secara terintegrasi," ucapnya.

Ia menuturkan, pada aturan sebelumnya, kompetensi sikap dan pengetahuan dijabarkan terpisah dan secara rinci. Untuk itu, mahasiswa sarjana dan sarjana terapan itu wajib membuat skripsi. Mahasiswa magister pun wajib menerbitkan makalah di jurnal ilmiah terakreditasi, sementara doktor wajib menerbitkan makalah di jurnal internasional bereputasi.

"Tetapi di dunia sekarang, ada berbagai macam cara untuk menunjukkan kemampuan atau kompetensi lulusan kita. Bapak-bapak dan Ibu-ibu di sini sudah mengetahui bahwa ini mulai aneh, kebijakan ini, legacy (sebelumnya) ini. Karena ada berbagai macam program, prodi, yang mungkin cara kita menunjukkan kemampuan kompetensinya dengan cara lain," imbuhnya.

Nadiem mencontohkan, kompetensi seseorang di bidang technical tidak lantas tepat diukur dengan penulisan karya ilmiah. Ia menjelaskan, Kemendikbudristek pun meresponsnya dengan perbaikan Standar Nasional Pendidikan Tinggi dengan sifat framework (kerangka). Harapannya, tiap prodi dapat lebih leluasa menentukan syarat kompetensi lulusan lewat skripsi ataupun bentuk lainnya.

"Dalam akademik juga sama. Misalnya kemampuan orang dalam konservasi lingkungan, apakah yang mau kita tes itu kemampuan mereka menulis atau skripsi secara scientific? Atau yang mau kita tes adalah kemampuan dia mengimplementasi project di lapangan? Ini harusnya bukan Kemendikbudristek yang menentukan," katanya.

Baca Juga: Batas Usia Personel Polri untuk Pengamanan Pemilu 2024 di TPS Maksimal 50 Tahun

Berikut Tabel perbedaan penyederhanaan Standar Kompetensi Lulusan: 

Berikut aturan lengkapnya: Materi Paparan Mendikbudristek_episode 26 Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023

Lihat Berita dan Artikel lainnya di: Google News 

(RV) 

Baca Juga:

-Berita Liputan Lainnya di Video Youtube Bicom

-SUKAMISKIN Juara 2 Lomba Kelurahan Tingkat NASIONAL Tahun 2023

-Inilah 12 Media Online Peraih Penghargaan AMSI Awards 2023

-Pemkot Bandung Larang Warga Buang Sampah ke TPS dan Sungai Mulai 24 Agustus

-DARURAT SAMPAH, Pemkot Bandung Gali Lahan di Kawasan Tegalega untuk Sampah Organik

-Kondisi TPA Sarimukti Berangsur Membaik

Berita Terkait