- Pemerintahan
- 12 Oct 2024
Bandung, Beritainspiratif.com - Dosen Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Syariful Mubarok, S.P., M.Sc., PhD, melakukan rekayasa genetika dan rekayasa budidaya terhadap tanaman tomat.
Melalui riset yang dilakukan bersama tim dari University of Tsukuba, telah dihasilkan beberapa mutan tomat yaitu Sletr1-1, Sletr1-2, Sletr4-1, dan Sletr5-1 yang kesemuanya kurang sensitif terhadap etilen. Syariful kemudian mencoba mengembangkan jenis hibridanya. Hasilnya, hibrida tomat mutan Sletr1-1 dan Sletr1-2 tersebut memiliki keunggulan karena memiliki ketahanan simpan buah lebih lama.
Baca Juga: Kemenkes Integrasikan Aplikasi PeduliLindungi ke 50 Aplikasi Lain
Riset tersebut merupakan lanjutan dari hasil penelitian Syariful saat menempuh studi Doktor di University of Tsukuba. Jepang 2013 silam. Bersama tim, Syariful melakukan seleksi terhadap beberapa mutan yang mengalami mutasi pada gen SlETR atau gen yang berhubungan dengan fungsi kerja hormon etilen.
Etilen sendiri merupakan hormon tumbuhan yang dapat mempercepat proses pematangan buah. Namun, jika tidak dikendalikan, etilen bisa mempercepat kerusakan pada buah.
Baca Juga: Dilirik Dunia Internasional, Menteri BUMN Akan Kunjungi Buruan SAE Kota Bandung
Sukses di Jepang, para promotor memberikan keleluasaan bagi Syariful untuk mengembangkan riset tersebut di Indonesia. Setibanya di tanah air, Syariful kembali melanjutkan riset mengenai tomat tahan simpan tersebut untuk disesuaikan dengan kondisi iklim Indonesia.
“Untuk di Jepang, hibrida tomatnya mengalami peningkatan ketahanan simpan sampai 5 hari lebih lama. Setelah kita kembangkan lagi di sini dengan menggunakan materi genetik yang sama, kita dapatkan tomat yang lama simpan buahnya mencapai 8 hari untuk hibridanya dan 25 hari lebih lama untuk generasi NIL (Near Isogenic Line)-nya, serta nutrisi ataupun kualitas pascapanennya yang tidak ada perbedaan,” ungkapnya dilaman resmi Unpad.
Syariful menjelaskan, dengan memiliki waktu yang lebih lama, hal ini dapat mengurangi kerusakan tomat pada proses pascapanen. Bagi penjual, hal ini tentu saja menguntungkan. Penjual bisa menjual tomat lebih lama karena tidak mudah membusuk.
“Bagi konsumen, ketika beli tomat ini, tanpa disimpan di pendingin pun, dia bisa tahan simpan jika dibandingkan dengan tomat lain di ruang biasa,” kata Syariful.
Baca Juga: Izin Vaksin Zifivax Terbit, Inilah 10 Produk Vaksin yang Diberi Izin BPOM
TOMAT TANPA BIJI
Selain tomat tahan simpan, Syariful dan tim Faperta Unpad bekerja sama dengan University of Tsukuba juga tengah mengembangkan riset tomat tanpa biji. Ada alasan mengapa ia mengembangkan jenis tomat tersebut.
“Tomat tanpa biji kita kembangkan untuk mengatasi permasalahan budidaya tomat pada suhu tinggi,” kata Syariful.
Ia menjelaskan, pada suhu tinggi biasanya tomat akan terhambat proses pembentukan buahannya. Hal ini disebabkan adanya sterilitas dari polen atau serbuk sari yang menyebabkan gagalnya pembuahan, sehingga otomatis buah tidak akan terbentuk. “Akibatnya bisa menurunkan produksi,” imbuhnya,
Proses ini biasanya terjadi ketika tomat khususnya tomat Beef ditanam di dataran rendah atau daerah bersuhu tinggi. Karena itu, selama ini tomat Beef hanya bisa berproduksi secara optimal apabila ditanam di dataran tinggi yang bersuhu rendah.
Melalu riset yang dilakukan, Syariful dan tim mencoba melakukan rekayasa tanaman dan budidaya agar tomat beef yang biasa ditanam di dataran tinggi bisa dibudidayakan di daerah bersuhu tinggi. Tomat tanpa biji merupakan hasil rekayasa yang memungkinkan tomat bisa tumbuh tanpa proses pembuahan.
Baca Juga: Bela Jabar, Atlet Dayung Kota Bandung Raih Medali Emas PON XX/Papua
Pada penelitian ini, Syariful dan tim mencoba menumbuhkan dua tanaman tomat mutan iaa9-3 dan iaa9-5. Proses penumbuhan dilakukan pada suhu normal sebagai kontrol, serta pada suhu tinggi yang mencapai 45 derajat Celsius. Pada suhu ini, tomat normal tidak bisa menghasilkan buah sama sekali. Sementara tomat iaa9-3 dan iaa9-5 mampu menghasilkan buah.
Selain itu, pengembangan tomat tanpa biji juga diarahkan untuk peningkatan rasa manis pada buah. Syariful menjelaskan, biji tomat biasanya memiliki jeli. Jeli ini yang biasanya membuat tomat memiliki rasa asam yang mungkin kurang disukai konsumen.
Tentu saja, jika jeli ini berkurang dengan menghilangkan bijinya, rasanya diperkirakan akan lebih manis dari tomat biasa.
Keunggulan lainnya dari tomat tanpa biji adalah memiliki warna lebih merah. Hal ini disebabkan, tomat tanpa biji memiliki kandungan likopen yang lebih tinggi dibandingkan tomat tahan simpan.
Selain sedang mengembangkan tomat tahan simpan dan tomat tanpa biji, Syariful pun sedang mengembangkan teknologi hidroponik pada tanaman tomat, khususnya tomat Beef.
Teknologi yang sedang dikembangkan adalah teknologi NFT (Nutrient Film Technique) dan pemangkasan buah untuk mendapatkan ukuran buah yang besar, serta tengah mengambangkan metode untuk meningkatkan rasa manis serta kandungan nutrisi pada buah tomat dengan rekayasa pemupukan dan hormonal.
“Teknologi budidaya masih terfokus untuk meningkatkan hasil, namun kita ingin mencoba bagaimana teknologi budidaya dapat meningkatkan kualitas sensori dan nutrisi tomat serta fungsinya sebagai functional food,” imbuh Syariful.*
(Yanis)
Baca Juga:
Pengurus FK KIM Kota Bandung 2021-2024 Dilantik, Ini Pesan Wali Kota
Mulai 8 Oktober, Bank Indonesia Buka Kembali Layanan Penukaran Uang Ini
Tips Pemakaian Masker untuk Anak-Anak
Inilah Wajah Baru Bantaran Sungai Cipamokolan Cisaranten Endah
Inilah Daftar PPKM Level 1 - 3 di Jawa dan Bali, Berlaku 5 - 18 Oktober