Nasib 'Payung Geulis' Yang Terlupakan



Bandung, Beritainspiratif. com - Musim hujan maupun kemarau keberadaan payung memang cukup bermanfaat. Bisa dikatakan eksistensi barang yang satu ini bisa diandalkan.

Berbagai model, warna, jenis kain atau bahan lainnya bisa kita dapatkan di berbagai tempat, bahkan ukurannya pun sudah dimodifikasi.

Tapi tahukah anda dengan 'payung geulis'?

Payung yang merupakan ikon Tasikmalaya ini terbuat dari bambu kemudian dirangkai dan dipasangi kain dan kertas, ujung payung dirapikan dengan menggunakan kanji. Agar menarik, rangka bagian dalam diberi benang warna- warni.

Proses pembuatan bergantung pada sinar matahari, karena setelah diberi kanji, payung dijemur hingga keras kemudian diberi warna dan dilukis dengan corak bunga.

Payung geulis mengalami masa kejayaan pada era 1955-1968. Namun masa kejayaan itu berangsur-angsur surut setelah pemerintah pada tahun 1968 menganut politik ekonomi terbuka.

Akibatnya, payung buatan pabrikan dari luar negeri masuk ke Indonesia. Hal ini pun berdampak pada hancurnya usaha kerajinan payung geulis di Tasikmalaya.

Usaha kerajinan ini mulai bersinar kembali sejak tahun 1980-an. Para pengrajin mulai membuka kembali usaha pembuatan payung walau dalam jumlah kecil.

Agar kerajinan ini dapat terus bertahan, Pemerintah Kota Tasikmalaya melakukan berbagai pembinaan, diantaranya pelatihan dan bantuan peralatan agar perajin dapat meningkatkan kualitas.

Pemerintah Kota Tasikmalaya pun membuat peraturan untuk mewajibkan penggunaan payung geulis sebagai hiasan depan pintu di setiap hotel, perkantoran, dan rumah makan yang ada di wilayah Kota Tasikmalaya.

Harga payung geulis di pasaran lokal sangat murah. Untuk satu payung ukuran kecil hanya dihargai Rp. 20.000,- sedangkan ukuran besar berkisar Rp. 30.000-Rp. 50.000,-.

Pesanan terbanyak saat ini datang dari Bali.

Sayangnya, usaha kerajinan payung geulis ini sedikit terhambat karena para pengrajin enggan melakukan inovasi dan kreativitas produk, sehingga masih tetap mempertahankan model dan motif lama.

Selain itu para generasi muda enggan menekuni kerajinan payung geulis ini, karena upahnya sangat kecil serta membutuhkan ketelitian dan kesabaran dalam proses pembuatannya.

Saat ini 'payung geulus' hanya dibuat berdasarkan pesanan. Pemasaran 'payung geulis' dan modal kerja yang masih terbatas mengakibatkan payung tradisional ini tidak berkembang pesat.

(Kaka/karyaseniindonesia)

Berita Terkait