Dosen IPB University: Temulawak dan Kunyit Bisa Obati 30 Jenis Penyakit



Bogor, Beritainspiratif.com - Tanaman obat sebagai bahan baku jamu dan suplemen herbal memiliki berbagai khasiat. Salah satu khasiatnya adalah sebagai agen antiinflamasi. Namun demikian, belum banyak riset yang mutakhir untuk menjelajahi lebih lanjut tanaman antiinflamasi tersebut. Serta belum adanya pengetahuan dan teknologi yang cukup untuk mendukung budidayanya.

Mengatasi hal itu, Dr Wisnu Ananta Kusuma membuat Aplikasi Ijah IPB University. Dr Wisnu adalah Dosen IPB University dari Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).

Prof Sandra Arifin Aziz, Dosen IPB University dari Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian membahas aplikasi ini dalam TropBRC Webinar Series 2021 kelima bertemakan “Budidaya Tanaman Obat berpotensi sebagai Anti Inflamasi dan Peningkatan Respon Imunitas Tubuh”, (29/06/2021).

Baca Juga: Penerbangan Jakarta – Bali Jadi Pilot Project Pemeriksaan Sertifikat Vaksinasi dan Hasil Tes PCR Digital

Dikutip dari laman IPB University, Prof Sandra mendapati bahwa aplikasi Ijah IPB University (Indonesia Jamu Herbs) memberikan banyak informasi terkait tanaman antiinflamasi yang ada di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa sebelumnya, hanya sedikit jenis tanaman antiinflamasi yang terdata.

Dalam aplikasi Ijah IPB University, ada 139 tanaman yang potensial sebagai obat herbal antiinflamasi. Contohnya dari kelompok tanaman Zingiberaceae serta tanaman tahunan khas seperti kemuning. Berdasarkan data dari Ijah IPB University, jenis Zingiberaceae ini (jahe, temulawak dan kunyit), berkhasiat untuk mengobati lebih dari 30 penyakit.  

“Kita harus tahu bahwa jenis tanaman yang kita pakai (sebagai obat herbal) merupakan tanaman yang baik dari sisi genetiknya. Jadi ketika memilih, pilihlah dari varietas yang terbaik. Namun kita harus tahu sumber dari bahan yang dipakai,” jelas Prof Sandra.

Peneliti di Pusat Studi Biofarmaka Tropika (Trop BRC) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IPB University ini mencontohnya rimpang Zingiberaceae sebagai bibit budidaya. Untuk budidya, Prof Sandra menekankan untuk memilih rimpang yang sudah tua.

Selain itu, karakteristik serta bobotnya juga harus sesuai, baik untuk rimpang cabang ataupun induk. Pemupukan juga perlu yang terstandar namun tetap merujuk acuan umum dengan ketentuan bagi tanaman obat. Lebih baik lagi jika menggunakan pupuk organik untuk tanaman berumur dua hingga tiga bulan. Namun tidak menutup kemungkinan untuk diberi pupuk campuran anorganik dan organik. Jarak penanamannya pun dapat disesuaikan dengan kontur tanah.

“Tantangan dalam pemberian pupuk organik berpotensi untuk mengundang hama dan patogen penyebab penyakit. Selain itu, panennya pun bergantung pada cara pemeliharaan karena pemberian pupuk organik akan mengundang gulma. Adapun proses pasca panen tergolong sederhana yakni dengan membuat simplisia,” imbuhnya.

Untuk tanaman kemuning (sejenis citrus khas Indonesia), berdasarkan data Ijah IPB University, memiliki enam zat aktif antiinflamasi. Bisa dipanen daun maupun bunganya. Keduanya berfungsi sebagai antiinflamasi umumnya dijual sebagai minyak atsiri. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan terlebih dulu dengan pembibitan sebelum menuju tahap perawatan. Ia juga mencermati bahwa pemeliharaan dari produksi tanaman kemuning ini mirip seperti daun teh.

“Untuk mendapatkan produksi yang tinggi, sebaiknya dipanen tiap empat bulan sekali. Tetapi sebenarnya kadar bahan bioaktif flavonoid itu terdapat pada pemanenan dua atau tiga bulan sekali. Namun kita dapat memilih bahan bioaktif yang kita inginkan. Apakah konsentrasi yang tinggi atau jumlah simplisia yang lebih banyak atau bisa dikombinasikan kedua hal tersebut,” pungkasnya.

Yanis

Baca Juga: Rumah-murah-Rp200-juta-dekat-gor-persib-GBLA dan Stasiun Kereta Cepat Tegalluar

 

Berita Terkait