Wasiat Almarhum Sardjono: Ingin Meninggal Saat Membaca Al Qu'ran



Penulis : Haidar Mar’ie - Pemerhati Sejarah

Bandung, Beritainspiratif.com - Seorang keturunan atau anak nomor 12 dari Sukarmadji Kartosuwiryo (Tokoh DI/TII) bernama Sardjono dikabarkan telah meninggal dunia, pada pukul 22.15 WIB, Kamis (31/12/2020), di kediamannya di Jalan Malangbong, Wado, Dusun III, RT 04, RW 03. Garut.

Berdasarkan keterangan keluarga, sebelum meninggal, Sarjono sempat menitipkan wasiat kepada keluarganya untuk kembali ke pangkuan pertiwi, kata Boni (anak dari Sarjono). Kang Boni juga mengatakan, ayahanda nya itu meninggal secara mendadak pada pukul 22.15 WIB, Kamis (31/12/2020).

Selain menitipkan wasiat, beliau juga pernah menyampaikan ingin meninggal saat membaca Al-qur'an, lalu  tiba tiba leher, mulut kebawah dan helaan nafasnya beliau berpesan, tidak ingin merepotkan orang orang disekitarnya dan ketika diyaumul hisab beliau telah sempurna dengan segala amalnya ketika masih didunia.

Kang Boni (putra almarhum Sardjono) kesehariannya berada di pesantren di Malangbong garut dan aktif juga disalah satu EO MATA ELANG,  mengatakan almarhum tidak tertarik dengan dunia politik, dan beliau lebih tertarik, kedunia bisnis dan mencari link bisnis, disamping itu juga Kang Boni memikirkan stigma masyarakat.

Kang Boni semasa sekolah SD, SMP ,SMA aktif di berbagai organisasi dan semasa SMA Kang Boni pernah tergabung dalam  salah satu club motor dan bekerja disalah satu perusahaan showroom motor di Asia Afrika Bandung.

Setelah itu kang Boni memutuskan untuk pindah profesi dan sedikit merubah mindset dan mencari pengalaman baru di Bali beliau belajar bahasa dan cara bicara serta mempelajari culture budaya disana, ketika EO disana, kang Boni banyak berperan dan mengurus dari mulai menjadi kepala layar yang mengurus camera panggung ujarnya kerjanya bebas dan santai, kutip dari HRO.

Kembali kepangkuan Ibu Pertiwi

Menkopolhukam Wiranto (saat itu) telah menerima ikrar setia dari 14 orang anggota kelompok ekstrimis penolak Indonesia. Dari 14 orang tersebut, empat orang merupakan keturunan tokoh petinggi DI/TII.

14 orang keturunan maupun eks pengikut DI/TII yang hadir di Kementerian Polhukam adalah H Sarjono Kartosuwiryo, Aceng Mi'raj Mujahidin Sibaweh, H Yudi Muhammad Auliya, K Dadang Fathurrahman, Yana Suryana, Deden Hasbullah, Ahmad Icang rohiman, Mamat Rohimat, Dadang Dermawan, Eko Hery Sudibyo, Cepi Ardiansyah, Nandang Syuhada, Deris Andrian, Ali Abdul Adhim.

Dari 14 nama, 4 nama merupakan anak tokoh DI/TII, yakni:

  1. Sarjono Kartosuwiryo (putra Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, orang yang masih dianggap tokoh di Darul Islam)
  2. Aceh Mi'raj (putra imam DI/TII terakhir yang diakui di kelompok DI dan Harokah Islam Indonesia, Aceh juga disebut pemimpin Harokat Islam Indonesia)
  3. Yudi Muhammad (tokoh muda sekaligus cucu pendiri DI/TII KH Yusuf Taujuri)
  4. Dadan Fathurrahman (cucu Badruzzaman, guru Kartosuwiryo). Ke-14 keluarga tokoh tersebut mengucap ikrar janji untuk setia kepada Indonesia.

Dalam acara tersebut, Menkopolhukam Wiranto mengapresiasi sikap mereka berbaiat kepada Indonesia. Ia mengatakan, kelompok yang kini berbaiat dengan Indonesia sebelumnya adalah kelompok yang ingin membangun negara Islam.

"Saya sampaikan bahwa kita, katakanlah mendapat suatu bonus adanya satu ikrar dari teman-teman kita yang dulu bercita-cita negara lain, bercita-cita bukan NKRI tapi bercita-cita negara Islam Indonesia yang berjuang kurang lebih ya belasan tahun kan dari 1949 sampai 1962," kata Wiranto di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (13/8/2019).

"Bukan main perjuangan itu. Tapi hari ini mereka berikrar sadar mengajak para pendukungnya simpatisannya para keturunannya untuk bersama-sama berikrar bahwa satu-satunya ideologi di negeri ini adalah Pancasila. Itu luar biasa. Dan mengakui keberadaan NKRI sebagai wadah negara kesatuan RI," lanjut Wiranto.

Wiranto bersyukur kelompok ini akhirnya sadar dan kembali ke pangkuan pertiwi. Kini, ia berharap agar kelompok lain bisa bergabung dengan NKRI. Ia berharap kelompok yang berikrar untuk Indonesia saat ini bisa menularkan kepada kelompok lain yang belum mendukung NKRI.

"Saudara-saudara sekalian ikut menggelorakan semangat ini, akan diikuti oleh teman-teman kita yang sementara ini belum sadar sementara ini masih bermimpi untuk mengganti NKRI dengan negara dalam bentuk yang lain. Masih bermimpi untuk mengganti ideologi negara pancasila dengan ideologi lain. Inilah yang kita harapkan agar kesadaran itu bisa menyebar kepada saudara-saudara kita yang belum sadar," kata Wiranto.

Sementara itu, perwakilan dari kelompok yang menyatakan berikrar Sarjono Kartosuwiryo mengaku dirinya berbaiat kepada Indonesia setelah merenung panjang. Ia mengaku menerima dampak buruk dari aksi perpecahan.

"Saya menerima akibat yang buruk daripada perpecahan. Sekarang orang-orang yang mulai mengadakan perlawanan, baik itu apapun bentuknya itu berakibat kepada anak dan keluarganya. Bapaknya meninggal udah selesai, anaknya anak yatim siapa yang ngurus? Kita yang ngurus yang ditinggalkan," kata Sarjono di gedung Polhukam, Jakarta, Selasa (13/8/2019).

Sarjono mengaku, pengikutnya tidak sedikit setelah menyatakan mendukung NKRI. Akan tetapi, ia menduga jumlah pendukung mencapai jutaan. Sarjono berharap kawan-kawan lain mengikuti langkah mereka untuk membela NKRI. Sebab, Indonesia yang rusak justru membuat warga sendiri merugi. Masyarakat perlu terlibat demi menjaga ideologi bangsa dikutip dari tirto.id.

Silsilah dan keturunan Sarjono kartosuwiryo

Keluarga SM. Kartosoewirjo menikah dengan Dewi Siti Kalsoem (1913-1998), yang merupakan puteri dari Ajengan Kartawisastra, ulama asal Malangbong, Garut dan Raden Roeboe Asijah. Dewi Siti Kalsoem adalah bibi dari penyanyi Mulan Jameela.

Pernikahan SM. Kartosoewirjo dan Dewi Siti Kalsoem dikaruniai 12 anak, di mana 3 anak terakhir lahir saat Kartosoewirjo bergerilya di hutan: Tati, meninggal saat bayi. Tjoekoep (1935-1951), meninggal karena tertembak di hutan.

Dodo M. Darda Rohmat, meninggal pada usia 10 tahun, Sholeh meninggal saat bayi, Tahmid Rahmat Basoeki Abdoellah, meninggal saat bayi, Tjoetjoe, menderita kelumpuhan, Danti Ika Kartika Komalasari dan Sardjono (1957). Sardjono merupakan anak bungsu atau ke 12 dikutip dari wikipedia. **

Sumber: Berbagai Sumber

Berita Terkait