Bandung, Beritainspiratif.com - Buat pecinta mobil listrik, tentunya tidak asing dengan nama Ricky Elson. Namanya banyak diberitakan karena menjadi pelopor mobil listrik nasional. Bahkan kini, ia memiliki 14 hak paten mobil listrik.

Dalam acara Youth Ecopreneur: Social and Ecopreneur Contribution to SDG’s yang diselenggarakan Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB), Ricky Elson menceritakan perjalanannya.

Pada tahun 2000-an, Ricky menghabiskan kehidupannya di Jepang. Di negeri sakura tersebut, kehidupan Ricky sudah terbilang mapan.

Hingga suatu hari ada yang menggelitik di dalam dirinya bahwa ia harus segera pulang ke Indonesia. Dengan tekad yang kuat dan semua pelajaran yang ia peroleh di Jepang, ia nekat ke Indonesia.

“Ada prinsip yang selalu saya pegang yang saya pelajari dari Nagamori Shigenobi, pendiri Nidec Corp. Ia mengatakan tiga prinsip, yaitu segera kerjakan, pastikan kerjakan dengan sebaik-baiknya, dan kerjakan hingga tuntas,” tutur Ricky, Kamis (26/11/2020).

Baca Juga:Jabar-raih-hattrick-sebagai-provinsi-informatif-dari-komisi-informasi-pusat

Ricky Elson, Founder Lentera Bumi Nusantara, Pelopor Mobil Listrik Nasional Tahun 2010, ia mulai perjalanannya di Indonesia. Ia berkeliling ke berbagai daerah untuk mengidentifikasi masalah yang ada.

Apa yang didapat? Sebuah gambaran yang membuat hatinya terenyuh.
Bagaimana warga minum air kotor, listrik tidak terjangkau, Pendidikan rendah.

“Saya tidak tahu tentang negeri saya. Kerjaan saya hanya menghujat tanpa berbuat apapun. Dari situ, keinginan saya untuk kembali ke Indonesia semakin kuat,” ucap dia.

Hingga tahun 2012 ia berkeliling Indonesia dan mengidentifikasi berbagai persoalan yang ada. Di tengah perjalanan itu, tepatnya awal 2011, ia bersama beberapa pemuda Indonesia yang peduli akan negerinya memutuskan membentuk sebuah wadah.

Wadah tersebut untuk mengembangkan potensi diri melalui teknologi agar lebih berkontribusi dalam pembangunan negeri dan menyelesaikan permasalahan energi di daerah tertinggal dan pulau terluar Indonesia.

Ia membangun pondok berukuran 3x4 meter. Di pondok itu ia memejamkan mata untuk melihat masa depan anak-anak bangsa dan bagaimana mengejar ketertinggalan teknologi dari negara lain. Ricky lalu mengajak para pemuda, mahasiswa yang tengah mengerjakan tugas akhir atau perlu laboratorium untuk menerapkan ilmunya untuk bergabung.

Dengan berbagai keterbatasan alat maupun pendanaan, mereka pun berhasil membuat kincir angin.

“Di Desa Kalihi ada 27 unit kincir angin. Bahkan di Pulau Sumba, adik kita dari ITB mewujudkan 100 kincir angin,” ungkap dia.

Founder Lentera Bumi Nusantara ini pun menjadikan perkumpulannya sebagai tempat berkumpul anak-anak muda yang ingin berkreasi dan membangun bangsa ini.

Lambat laun, Lentera Bumi Nusantara tidak hanya bergerak di bidang kincir angin. Mereka mengembangkan sayapnya ke berbagai produk pertanian, peternakan, hingga mobil listrik. Ada banyak yang sudah menerima manfaat dari keberhasilan para pemuda tersebut.

Lantas bagaimana Ricky berhasil membimbing para pemuda tersebut? Ia mengungkapkan, mereka hanya dilatih dua hal.

Pertama, wajib mengikuti briefing pagi pukul 08.00 WIB. Dalam briefing itu, para pemuda diminta berbicara selama satu menit untuk menceritakan apa yang akan dituntaskan dan ingin dicapainya hari ini.

Setelah beraktivitas, sore hari mereka akan diajak olahraga, kemudian di malam hari pukul 20.00 WIB, mereka kembali briefing untuk evaluasi tentang apa yang sudah dicapainya hari tersebut.

“Pada dasarnya, manusia tidak ada yang mau disuruh ataupun diadili. Jadi suruhlah dan adililah dirimu sendiri,” pungkasnya.

"Kami berharap, apa yang disampaikan oleh Ricky Elson dapat menginspirasi anak muda, sehingga menjadi agent of change, generasi yang memiliki tujuan, peduli terhadap lingkungan serta memiliki jiwa sosial yang tinggi" ungkap Melia Famiola.

Webinar ini merupakan program PRME (Principles for Responsible Management Education dan dosen tamu pada mata kuliah Environmental Management System (EMS) SBM ITB kelas kewirausahaan.

Webinar dipandu oleh N. Nurlaela Arief, pengajar SBM ITB serta Melia Famiola, Pengajar & Koordinator PRME SBM ITB.

Yanis

Baca Juga: