Waspada! Penawaran Investasi Ilegal Semakin Marak, Terutama Forex dan Money Game



Bandung, Beritainspiratif.com - Meskipun telah banyak yang diproses hukum, namun penawaran investasi ilegal dari tahun ke tahun masih marak.

Hal itu dikarenakan masih banyak masyarakat yang mudah tergiur dengan imbal hasil dan iming-iming bunga tinggi.

Apalagi kemajuan teknologi informasi mempermudah penawaran dan model penawarannya semakin beragam, dari sebelumnya melalui website aplikasi sekarang sudah masuk ke SMS serta medsos seperti instagram dan facebook.

Menurut Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing, kerugian masyarakat akibat investasi ilegal atau investasi bodong cukup besar.

Pada tahun 2017 terdapat 80 investasi ilegal, bertambah menjadi 206 investasi ilegal di tahun 2018 dan tahun 2019 meningkat sangat tinggi mencapai 404 investasi ilegal, dengan total kerugian senilai Rp92 triliun.

"Dalam tiga tahun terakhir, total nilai kerugian akibat investasi ilegal mencapai Rp92 triliun. Nilainya diperkirakan lebih dari itu, karena banyak yang malu melaporkan kasus penipuan tersebut ke pihak berwajib," kata Tongam disela Sosialisasi Satgas Waspada Investasi di Bandung, Rabu (11/3/2020).

Tongam mengungkapkan, investasi ilegal yang marak saat ini adalah penawaran perdagangan forex dan money game.

Mereka memberikan penawaran forex dengan iming-iming bunga 1 persen per hari atau 14 persen per minggu.

"Jadi kita diminta investasi, mereka melakukan perdagangan dan kita dikasih bunga yang sangat besar dan tanpa resiko. Nah itu yang saat ini marak," ucapnya.

Sedangkan pada money game, lanjut Tongam mereka memberi keuntungan tapi kegiatannya tidak ada.

"Kita investasi uang, kemudian mereka memberikan bunga 10 persen perbulan, tanpa ada kegiatannya," ujar dia.

Menurut Tongam, untuk melindungi masyarakat dari jebakan investasi ilegal, perlu upaya peningkatan literasi mengenai produk jasa keuangan.

"Hal ini menjadi perhatian kita, karena penawaran ini (investasi ilegal), semakin marak dan menjanjikan keuntungan yang sangat besar tanpa resiko padahal penipuan," imbuhnya.

Terkait literasi keuangan, Kepala Bagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kantor OJK Regional Jawa Barat, Riwin Mihardi mengungkapkan masih rendah.

Di Jawa Barat tingkat literasi keuangan baru mencapai 37 persen, sedangkan inklusi keuangan sangat tinggi 88 persen.

"Angka inklusi keuangan atau tingkat kepemilikan rekening yang sangat tinggi itu, tidak didukung oleh pengetahuan yang cukup di kalangan masyarakat tentang produk jasa keuangan," ujarnya.

Ia menambahkan, tingkat literasi keuangan paling tinggi masih perbankan, sedang pasar modal belum banyak dikenal.

"Inklusi keuangan pasar modal masih stagnan, sehingga masyarakat berinvestasi di sektor informal yang bisa jadi ilegal," pungkasnya.

(Ida)

Berita Terkait