Konferensi dan Festival Sungai Asia : Hampir 75 Persen Air Sungai di Indonesia Tercemar



Pekalongan, Beritainspiratif.com - Ketua Citarum Institute Dr. Eki Baihaki, M.Si hadir sebagai pembicara dalam acara Konferensi dan Festival Sungai Asia yang diselenggarakan pada tanggal 8 – 10 November 2018, di Hotel Pesonna, Kota Pekalongan.

Dr. Eki Baihaki, M.Si dalam forum tersebut menyampaikan gagasan "Kebersamaan Mencintai dan Merawat Sungai”, mengupas pentingnya kita semua untuk menggali, menginternalisasi dan mengamalkan kearifan lokal terkait alam untuk merubah mindset, pola pikir dan paradigma yang benar terhadap alam.

Dikatakan bahwa alam adalah ibu pertiwi, yang dalam kearifan lokal bangsa kita, bagaikan ibu kita sendiri. Yang artinya merusak dan mengotori sungai dan alam adalah perbuatan yang tidak terpuji dan tercela.

"Di Indonesia terdapat 5.590 sungai utama dan 65.017 anak sungai. Sayangnya hampir 75% dari air sungai - yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat di sekitarnya – tercemar berat, akibat limbah rumah tangga dan industri yang digelontorkan langsung ke dalam sungai. Mencintai sungai dan alam dan merawatnya sepenuh hati dengan segenap kesungguhan adalah wujud nyata bela negara yang penting saat ini," tuturnya.

Kebersamaan dengan para aktifis sungai dalam tersebut, sekaligus merupakan keprihatinan, mengingat hampir semua sungai yang ada di Indonesia dan menjadi sumber air bersih di hampir semua wilayah telah tercemar ringan hingga berat.

"Sungai telah berubah menjadi air mata daripada mata air," papar Eki.

Dalam sesi diskusi dan curah gagasan di ruang pleno maupun di kelompok terasa aura semangat yang meluap, terkait keprihatianan sekaligus kemarahan melihat kondisi rusaknya habitat sungai. Bahkan saat penyampaian pandangannya tak jarang ada aktifis dan relawan sedih hingga menangis. Sekaligus bingung harus marah ke siapa karena masalahnya sistemik, terstruktur dan masiv serta ada dosa Industri, pemerintah sekaligus juga ada dosa masyarakat.

Ditambahkan, bahwa di era global, yang juga telah merasuki bangsa Indonesia. Seluruh komponen bangsa tidak bisa lagi bersikap dan bertindak egosentris !. Karena persaingan yang saling mendominasi, untuk kepentingan sepihak dan kelompok. Sesungguhnya hanya akan melahirkan peperangan yang tidak bisa dimenangkan (unwinnable war) oleh siapa pun.

"Relasi hubungan kuasa yang antoginis membuat kehidupan tidak harmoni dan motif tindakan lebih mengarah pada upaya saling menghancurkan daripada saling merawat dan melindungi, ucapnya.

Fenomena tersebut diatas, masih tergambar dari dialog dengan sesama peserta. Saat ini sepertinya masih hadir dalam konteks kebijakan pusat maupun daerah yang belum sinergis terkait penanganan konservasi sungai. Terlihat nyata antar sesama aparat pemerintah dari pusat hingga daerah masih saling mempertahankan ego sektoralnya masing masing dan kurang berfihak pada kelestarian alam.

Sehingga ikhtiar yang dilakukan jadi tidak maksimal dan berdampak signifikan. Sehingga program yang digelontorkan dengan dana besarpun tidak berdampak signifikan. Seperti yang diungkap peserta, yang merasa telah berdosa karena telah mendukung program dana pinjaman 1,2 Trilyun untuk konservasi Citarum, namun tidak signifikan dampaknya.

Belum hadirnya sinergi antar komponen strategis bangsa untuk bersama sama total action bagi merawat sungai agar kembali seperti semula.

Dalam forum tesebut, disepakati bersama untuk tetap jalin silaturahmi dan komunikasi, menyatukan hati dan komitmen merawat dan memuliakan sungai.

Dalam forum tersebut, Eki juga menawarkan gagasan konseptual yang diendorse Wantannas, terkait solusi besar terhadap konservasi alam merujuk pada sinergi pentahelix. Konsep modern yang hakekatnya sejalan dengan pitutur Jawa “Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah”, filsafat yang mengandung makna bahwa kerukunan menumbuhkan kekuatan, perpecahan menumbuhkan kerusakan.

Lebih lanjut, Sinergi pentahelik juga sejalan dengan kearifan lokal Ranah Minang “Basamo Mako Manjadi.” Istilah Pentahelix merujuk pada kolaborasi 5 unsur subjek strategis yang bersinergi bagi solusi besar untuk merawat dan memuliakan lingkungan yaitu : Akademisi, Business, Community, Government dan Media, biasa disingkat ABCGM.

"Yang mudah diucapkan namun sulit diimplementasikan," ujarnya.

Dalam acara tersebut hadir 345 peserta dari sekitar 70 komunitas pecinta sungai dan alam se Indonesia. Dari beragam usia, pendidikan, latar budaya dari Aceh, Banten, Medan, Riau, Jawa, Sunda, kalangan agamawan, birokrat pusat dan daerah, akademisi, seniman,mahasiswa, media, ormas pemuda dan lainnya.

Meski masih ada kekurangan dalam penyelenggaraan, dengan belum hadirnya delegasi dari negaraAsia lainnya. Setidaknya telah menyatukan hati para aktifis dan pejuang sungai se Indonesia untuk bersinergi.

"Untuk saling tukar pengalaman, berbagi inspirasi dan juga membuka pentingnya kerjasama tidak hanya sesama komunitas, juga pemerintah, bisnis, media dan para akademisi untuk bahu membahu dalam merawat dan memuliakan sungai. Agar kembali menjadi mata air, bukan air mata," pungkasnya.

(Yanis)

Berita Terkait