Menghadapi Isu Reindustrialisasi dan Pemindahan Ibu Kota, Deputi Infrastruktur Adakan Dialog Nasional



Jakarta, Beritainspiratif.com - Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Bidang Kemaritiman mengadakan Dialog Nasional Reindustrialisasi, Pengalihan Ibu Kota RI dan Buka Puasa Bersama di Auditorium BPPT (17/5/2019).

“Kegiatan ini diarahkan untuk menampung masukan teman-teman dari dua sisi. Di Kemenko Maritim, saya perlu menyerap sebanyak mungkin masukan untuk kemudian pada gilirannya nanti jika kami ditugaskan, telah memiliki beberapa butir pertimbangan” ucap Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur, Ridwan Djamaluddin, membuka acara dialog nasional tersebut.

Deputi Ridwan menjelaskan bahwa terdapat dua topik pembahasan utama, yaitu reindustrialisasi Indonesia dan topik pemindahan Ibu Kota Negara. Terkait reindustrialisasi Indonesia, Deputi Ridwan menjelaskan,
“Topik ini menjadi penting, ketika isu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) berikutnya bicara tentang Sumber Daya Manusia (SDM) dan ekonomi nilai tambah”. Deputi Ridwan menambahkan bahwa pihaknya ingin menggali lebih dalam mengenai reindustrialisasi tersebut untuk mendapatkan masukan-masukan industri apa saja yang dapat diprioritaskan untuk Indonesia.

Reindustrialisasi Indonesia

“Kami dari tim reindustrialisasi, gabungan dari teman-teman di Kemenko Maritim dan dari Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB), ingin menjelaskan konsep reindustrialisasi Indonesia yang sudah kami siapkan sebetulnya, sejak tahun 2016”, ucap Ahli Industrialisasi, Rizal Ruswito mengawali paparannya pada Dialog Nasional tersebut.

Pada paparannya, Rizal menjelaskan bahwa pada periode 1990-2017, 10 besar Negara berdasarkan nilai ekspor barang dan jasa mengalami sejumlah perubahan. Kemudian pada 3 tahun terakhir periode tersebut, China mengambil alih posisi Amerika Serikat sebagai Negara eksportir terbesar di Dunia.

Rizal juga menambahkan bahwa pada tahun 2032, Indonesia diproyeksikan akan mengungguli Italia dan Kanada berdasarkan annual GDP.

“Ini planning ya, tapi ini bergantung pada industrialisasi kita, kesiapan kita. Makanya tidak bisa hanya dengan sumber daya alam. Harus ada industri dan SDM” tambah Rizal.

“Kota lihat Korea dan China tidak berdasarkan Sumber Daya Alam, tapi memberikan value edit. Mereka membuat produk dan membuat merk/brand. Sehingga mereka masuk ke pasar retail” terang Rizal.

Menurut Rizal, Negara-negara dengan nilai GDP yang tinggi mendasarkan kekuatannya pada penguasaan teknologi dan industri. Rizal juga menambahkan Negara-negara tersebut umumnya mendorong globalisasi dari produk masing-masing, hal tersebut lah yang memberikan value yang paling tinggi.

“Produk kita (Indonesia) sebenarnya sudah jalan-jalan. PT DI, dengan produknya CN235 sudah bisa ekspor di Afrika, Thailand, bahkan lebih diterima diluar (negeri) dari pada dalam negeri. INKA juga sudah bisa mengekspor gerbong ke Bangladesh, dan juga Afrika, PT PAL juga sudah bisa mengeskpor ke Filipina. Ini menunjukan kalo kita bisa, hanya saja memang butuh orcestratic action, dan perencanaan yang terintegrasi” imbuh Rizal terkait kemampuan produk dalam negeri.

Terkait hal tersebut, Deputi Ridwan mengatakan bahwa Menko Bidang kemaritiman, Luhut Pandjaitan, telah meminta dipaparkan mengenai industrialisasi Indonesia.
“Pak Menko mengarahkan untuk mempelajari bagaimana China melakukan industrialisasi, apa yang mereka lakukan dan pembelajaran apa yang bisa kita dapatkan” terang Deputi Ridwan.

Pemindahan Ibu Kota RI

Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana, Bernardus Djonoputro, melihat pemindahan Ibu Kota dari perspektif planologis terkait merencanakan kawasan Ibu Kota Negara.

“Indonesia merupakan salah satu brand global, dimana isu urbanisasi di Indonesia menjadi pembicaraan oleh semua praktisi dibidang perencanaan” ucap Bernard. Menurutnya, dalam merencanakan pemindahan Ibu Kota perlu dilihat tantangan untuk perencanaan kawasan. Menurutnya salah satu kesulitan yang dihadapi perencana pusat maupun daerah dalam menghadapi isu pemindahan Ibu Kota saat ini adalah persoalan data.

“Kita sedang bergerak dari agraris menuju negara maritim. Peralihan ini harusnya memberikan ruang, bisa diekspresikan kedalam pembangunan Ibu Kota baru” imbuh Bernard. Dirinya juga menambahkan bahwa pusat pemerintahan negara akan menjadi barometer. Terkait hal tersebut, pusat pemerintahan harus mencerminkan peradaban kita (bangsa Indonesia).

“40% dari warga kita yang tinggal di kota masih merasa bahwa kota-kota kita itu tidak nyaman. Dari indeks kenyamanan tinggal di kota, kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya dikategorikan pada kota mid-tier, atau kota rata-rata”. Bernard menambahkan, adanya hubungan antara luas kota, jumlah penduduk, dan kenyamanan tinggal tersebut. Bernard berharap hal tersebut dapat menjadi usulan dan pertimbangan, bahwa pembangunan kota baru haruslah nyaman untuk ditinggali dengan berbagai kriteria yang ada.

“Saya kira dalam kita menyusun rencana kota baru, hal-hal ini bisa menjadi masukan yang penting” ujar Bernard.

“Ini kajiannya sudah mulai dari 1,5 tahun yang lalu, dari tahun 2017. Masih ada beberapa pendetailan yang harus dipastikan. Tapi tentu ini tidak lepas dari konteks pengembangan wilayah. Kita tahu terjadi ketimpangan antara jawa dan luar jawa, antara barat Indonesia dengan timur Indonesia. Kalo lihat dari penduduk, hampir 60% itu di Pulau Jawa. Sama juga dengan ekonomi, 58% PDB kita ada di Jawa” terang Direktur Perkotaan Perumahan dan Permukiman Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti. Dirinya juga menambahkan bahwa fokus kerja adalah untuk meratakan pertumbuhan.

“Pemindahan Ibu Kota ini selain dalam konteks pengembangan wilayah, juga menambah dorongan untuk kita makin menyebarkan Indonesia sentris, atau pembangunan yang lebih merata di seluruh Indonesia” tambah Virgi.

Menurutnya kota baru tersebut nantinya akan menjadi benchmark untuk merencanakan kota publik yang didorong oleh pemerintah dapat berhasil. Virgi juga menambahkan bahwa telah terdapat usulan sektor apa saja yang dapat dikembangkan pada Ibu Kota baru, yaitu sektor convention, pendidikan, olahraga dan budaya.

“Memang ini masih perlu persiapan dan pendalaman yang cukup panjang. Kita juga harus hati-hati dalam menyiapkan persiapan agar semua yang menjadi kecemasan kita, bisa pelan-pelan disiapkan langkahnya. Tentu perlu masukan dari semua pihak” ucap Virgi mengakhiri penjelasannya.

Terkait hal tersebut, Deputi Ridwan mengatakan bahwa forum ini merupakan diskusi awal dan belum mendalam. Menurutnya, akan ada forum-forum yang lebih fokus dengan pembahasan yang lebih spesifik mengenai pemindahan Ibu Kota.

[Yones]

Berita Terkait