#Kongkowinklusif9 : Indonesia Memiliki 10,53% atau 26 Juta Penyandang Disabilitas



Bandung,Beritainspatif.com – Ada keterbatasan yang dimiliki penyandang disabilitas dalam berinteraksi dengan lingkungan, serta dalam berpartisipasi di masyarakat berdasarkan kesamaan hak.

Kesadaran masyarakat dan pemerintah pada aksesibilitas yang dibutuhkan oleh rekan disabilitas dirasa belum cukup, baik itu akses publik, akses pendidikan dan tenaga kerja. Mereka belum mendapatkan kemudahan yang maksimal guna mewujudkan kesamaan kesempatan tersebut.

Peserta diskusi disabilitas dalam acara #kongkowinklusif

Lalu sejauh manakah upaya yang ada yang telah dilakukan serta peran apa sajakah yang telah dilakukan terhadap penyandang disabilitas.

Bahasan tersebut tersebut terungkap dalam acara diskusi #Kongkowinklusif9 yang diinisiasi oleh POSTHINK.IDN bersama Koneksi Indonesia Inklusif, dengan tema “Aksesibilitas Bukan Sekedar Ada” digelar di Auditorium Lantai 1 Museum Geologi Jl.Diponegoro 57 Bandung, pada Sabtu Sore, (21/9/2019).

Hadir dalam acara diskusi tersebut Rizky Fadillah Ketua Posthink.IDN, Marthella Sirait Founder Koneksi Indonesia Inklusif,

Para narasumber antara lain, Yakobus Tri Bagio - Guru SLBN A Kota Bandung, Aden Achmad M.E – Praktisi Advokat Disabilitas, Khalil Ibrahim – Penugasan Ajudan Gubernur Jabar, Chintia Octenta –Community Head @Koneksi Indonesia Inklusif dan Iwan Kurniawan, S.T. – Kepala Museum Geologi, Duta Bahasa Kota Bandung, dan Moderator Bethari Estetika – Posthink.IDN, serta undangan lainnya dan partnership, Sponsor & media partner.

Acara diawali dengan sambutan yang disampaikan oleh Rizky Fadillah Ketua Posthink.IDN yang juga Ketua Panitia #KongkowInklusif9, menyampaikan terima kasihnya terhadap semua pihak yang telah mendukung acara ini dan diharapkan acara ini dapat memberikan masukan positif bagi kita semua.

“Mudah-mudahan acara ini bisa memberikan edukasi, dan wawasan tentang aksesibilitas serta berdikusi memberikan masukan bagi disabilitas”, ungkapnya.

Founder Koneksi Indonesia Inklusif Marthella Rivera, S.IP., MA (kaos putih)

Kesempatan yang sama disampaikan Marthella Sirait Founder Koneksi Indonesia Inklusif, yang memperkenalkan diri dengan cara tidak biasa yakni dengan bahasa isyarat.

“Nama panggilan saya Thella, dari Jakarta yang selalu memakai anting yang panjang sebagai ciri khas”, jelasnya.

Thella yang bukan seorang disabilitas dikenal sebagai orang yang selalu bergelut dan terlalu peduli dengan disabilitas. dia mempunyai alasan sendiri untuk mendirikan Koneksi Indonesia Inklusif pada November 2018.

“Pada tahun 2013 saya mengikuti program pemerintah Indonesia Mengajar selama 1 tahun di Maluku Tenggara Barat sebagai seorang Guru SD,” ungkap Thella.

Ditambahkan Thella, bahwa di Indonesia sendiri tercatat 10,53% dari penduduk adalah penyandang Disabilitas atau sekitar 26 juta dan itu bukan merupakan jumlah yang kecil, tambahnya sembari menampilkan profil sukses tokoh penyandang disabilitas yang cukup dikenal di masyarakat.

Konekin juga melakukan kolaborasi dan diskusi dengan berbagai pihak termasuk pemerintah tentang peningkatan peran disabilitas hingga pembahasan penyandang disabilitas agar dapat menjadi PNS, tuturnya.

Acara Diskusi

Pembicara pertama dalam diskusi ini adalah Chintia Octenta –Community Head @Konekindonesia, menyampaikan bahwa Koneksi Indonesia Inklusif adalah startup social yang didirikan untuk focus terhadap perberdayaan disabilitas dengan visi menuju Indonesia inklusif, ungkap Chintia.

“Konek Indonesia yang telah melakukan jejaring dengan berbagai organisasi disabilitas, maupun individu disabilitas non-organisasi, telah berkolaborasi dengan lebih dari 20 komunitas dan figure publik melalui berbagai program inklusif”. tuturnya.

Ditambahkan melalui #Kongkowinklusif Konek Indonesia telah berhasil menghubungkan lebih dari 200 orang untuk lebih dekat dengan issue kesetaraan disabilitas, tambahnya.

Dikatakan bahwa pada tanggal 3 Desember yang merupakan hari disabilitas internasional, dan berangkat dari diskusi ini mari kita merubah pola pikir kita semua, dengan tidak melihat disabilitas dari rasa simpati atau kasihan, harapnya.

Pembicara kedua adalah Aden Achmad M.E – Praktisi Advokat Disabilitas menyampaikan perlunya fasilitasi sarana yang memadai bagi penyandang disabilitas.

“Ketika penyandang disabilitas memasuki mall atau bus, hendaknya ada sarana yang memadai sehingga memudahkan disabilitas untuk mengunjungi tempat tersebut”, ungkapnya.

Dikatakan lebih lanjut bahwa aksesibilitas tersebut terdiri dari aksesibilitas fisik dan non fisik.

“Aksesibilitas fisik berupa alat bantu yang dapat digunakan aktifitas fisik sehingga dapat memberikan kemudahan yang mendukung kegiatan sehari-hari, sedangkan non fisik berupa, regulasi atau kebijakan yang berpihak kepada disabilitas”, tegasnya.

Pembicara ketiga, terkait aksesibilitas di bidang pendidikan pada pembicara ketiga menampilkan Yakobus Tri Bagio - Guru SLBN A Kota Bandung, menyampaikan tentang fasilitas pendidikan sebenarnya pemerintah sudah mengeluarkan regulasi hingga akses ke perguruan tinggi, namun evaluasi.

“Saya menghadapi kenyataan di lapangan, ketika siswa didik menghadapi kontek multi disabilitas dengan berbagai kekurangan atau sekitar 3 – 5 persen, sehingga akses pendidikan bagi mereka masih perlu diperjuangan dan menjadi tekanan”, ungkapnya.

Ditambahkan Bagio, bahwa “pendidikan saat ini bagi disabilitas belum berorientasi pada kurikulum, akan tetapi lebih kepada apa yang menjadi kelebihan atau kemampuan dari peserta didik”, ujarnya.

Disisi pelayanan terhadap disabilitas, “perlu diberikan pembekalan terhadap instasi bagaimana berkomunikasi dengan penyandang disabilitas atau dengan autis”, tegasnya, dengan menyebutkan perlu perbaikan birokrasi pelayanan.

Pembicara keempat menampilkan Khalil Ibrahim – yang keseharian Penugasan sebagai Ajudan Gubernur Jabar. Khalil merupakan penyandang disabilitas yang membantu Gubernur Jabar dalam berkomunikasi dengan disabilitas menggunakan bahasa isyarat.

Khalil Ibrahim Ajudan Gubernur Jabar yang membantu berkomunikasi melalui bahasa isyarat bagi disabilitas

Paparan materi yang disampaikan Khalil Ibrahim menggunakan bahasa isyarat, dengan didampingi seorang penterjemah.

“saya bertugas sebagai ajudan Gubernur Jawa barat, saya lahir ketika masih bayi, saya dibawa naik pesawat terbang, dan saya mendapat kerusakan gangguan pada alat pendengaran saya, namun saya tetap bersemangat untuk sekolah, hingga kuliah meskipun memiliki hambatan dalam komunikasi”, ujar Khalil yang disampaikan oleh penterjemah.

“saya kuliah di widyatama dan ikut di organisasi tuli, dan mendapatkan motivasi dari teman-teman kuliah, saya terinspirasi oleh Ray Sahetapi untuk berjuang dan belajar”, ujar Khalil yang disampaikan oleh penterjemah.

“Saya ingin menginspirasi juga kepada kaum milenial muda yang tuli, agar bisa seperti saya dan saya berharap untuk Jawa Barat bisa ramah disabilitas” ungkap penterjemah.

Kepala Museum Geologi Bandung Iwan Kurniawan

Pembicara terakhir atau kelima adalah Iwan Kurniawan, S.T. – Kepala Museum Geologi yang memaparkan tentang pelayanan publik dan aksesibilitas di Museum Geologi bagi disabilitas.

“Museum geologi yang dibangun tahun 1929, memiliki pelayanan yang kita sebut Ratas atau Ramah Disabilitas, dan kita tidak mengdiskriminasikan bagi kaum disabilitas”, ungkap iwan.

“Museum geologi telah dijadikan sebagai cagar budaya nasional, dan memiliki koleksi sebanyak lebih dari 417 ribu, serta terbagi menjadi 4 katagori antara lain batuan dan fosil”,tuturnya.

“Museum Geologi telah ramah disabilitas hal ini akan kita lakukan pula melalui koleksi sentuh, dan mensosialisasikanya kepada disabilitas”, papar Iwan.

“Museum geologi lebih ditekankan kepada risetnya atau penelitian, dengan melakukan kerjasama dengan dalam maupun luar negeri”, paparnya.

Ditambahkan Iwan, “bahwa pelayanan untuk masuk ke Museum Geologi untuk disabilitas berapapun jumlahnya, termasuk pendamping, gratis”, pungkasnya.

Diharapkan dengan diskusi ini dapat menjadi inspirasi bagi berbagai pihak, dan tidak ada lagi ruang terbatas untuk para disabilitas selama kita tetap mau dan semangat. Masih banyak pelayanan dan fasilitas yang baik dalam meningkatkan potensi, meningkatkan kemampuan, mempermudah pekerjaan, atau mempermudah kegiatan mereka sehari-hari, bagi disabilitas.

Aksesibilitas yang dimaksud baik itu, sarana dan prasarana publik, pendidikan dan tenaga kerja melainkan akses terhadap informasi dan komunikasi juga perlu diperhatikan.

Penyerahan Cindera mata kepada narasumber

Acara ditutup dengan pemberian cindera mata kepada narasumber. (Yanis)

Berita Terkait