Kenalkan Buku Putih Diplomasi Maritim, Menko Luhut Tegaskan RI Tidak Tergantung Negara Asing



Jakarta, Beritainspiratif.com - Untuk merealisasikan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia, pertama kalinya Indonesia memiliki sebuah buku putih mengenai kebijakan kelautan Indonesia. Salah satu hal yang diatur dalam buku putih yang telah dibakukan dalam Peraturan Presiden Nomor 16/2017 tersebut adalah mengenai diplomasi maritim.

Menko Maritim Luhut B. Pandjaitan memperkenalkan konsep diplomasi maritim ini kepada para pembuat kebijakan, diplomat negara-negara sahabat, akademisi, dan media di gedung Centre for Strategic and International Studies, Jakarta, Jumat (22-2-2019). “Selama ini Indonesia juga tidak punya buku putih mengenai diplomasi maritim ini,” ujarnya mengawali pidatonya dalam Kuliah Umum bertajuk “Indonesia’s Maritime Diplomacy: the Current Challenges”.

Kini, Kemenko Bidang Kemaritiman telah menyelesaikan penyusunan Buku Putih Diplomasi Maritim yang dapat digunakan sebagai acuan diplomasi maritim bagi seluruh pihak terkait. "Ada 4 sasaran dalam buku putih itu, antara lain perlindungan kedaulatan wilayah nasional, kesejahteraan dan keterhubungan, stabilitas kawasan dan global serta kapasitas nasional," urai Menko Luhut.

Kedaulatan Maritim

Menurut Menko Luhut ada beberapa hal yang menjadi fokus dalam upaya pemerintah untuk menegakkan kedaulatan maritim.

Pertama, upaya lobi atau diplomasi dalam penyelesaian batas-batas wilayah RI.

“Kita tidak ingin lagi kalah seperti kasus Sipadan dan Ligitan dahulu. Saya sudah bicara dengan Prof Hasjim Djalal bagaimana kita melakukan lobi, penanganan pulau-pulau yang mungkin belum terselesaikan,” sebut Menko Luhut.

Selain itu, yang penting adalah penguatan militer melalui penambahan Alutsista (Alat Utama Sistem Persenjataan).

“Alutsista kita juga tidak ingin lagi beli yang bekas, kita ingin semua brand new tapi dibuat dalam negeri,” kata Menko.

Namun menurutnya untuk pembuatan pesawat terbang teknologinya masih memerlukan kerja sama dengan negara lain.

Natuna

Kemudian, untuk mengontrol lalu lintas kapal-kapal asing di perairan Indonesia, Menko Luhut mengatakan pemerintah kini memantau Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).

“Sekarang ini kita awasi karena penting, kalau dulu tidak sehingga kita tidak bisa kontrol. Kita ngga tahu ada submarine nuclear atau kapal-kapal asing yang lewat. Tapi sekarang semua bisa kita pantau dengan alat yang dibuat oleh BPPT,” katanya. Dengan alat itu pula, Menko Luhut menyebutkan adanya penemuan drone bawah laut milik asing.

Terakhir, Menko menuturkan tentang pengembangan Natuna sebagai sentra perikanan.

"Kami sedang mengembangkan satu proyek di South China Sea. Kita gunakan teknologi yang canggih, drone, untuk nelayan ikan agar dapat melakukan penangkapan ikan disana,” katanya. Untuk melengkapi hal tersebut, pemerintah juga akan membangun tanker untuk isi ulang kapal-kapal nelayan.

“Sehingga kita bisa menikmati hasil-hasil laut kita sehingga tidak ada lagi orang mengklaim bahwa wilayah tersebut adalah traditional fishing ground lagi,” pungkasnya.

Potensi perairan

Sore harinya Menko Luhut menjadi pembicara dalam seminar Pengembangan Sektor Kelautan Secara Berkelanjutan. Dalam rangka 100 tahun Pendidikan Teknik di Indonesia. Kepada peserta seminar Menko Luhut mengatakan, “Tiga puluh lima persen perdagangan dunia saat ini melewati Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok. Indonesia adalah pasar terbesar Asia Tenggara, negara kita sangat kaya sumber alam,” ujar Menko Luhut saat menggambarkan besar nya wilayah dan potensi Indonesia terutama di bidang kemaritiman.

Menurutnya, Indonesia yang mempunyai luas perairan sekitar 70% dari wilayahnya masih kurang melihat nilai tambah dari potensi-potensi tersebut.

Dalam paparannya Menko Luhut menggambarkan situasi global yang terjadi sekarang ini seperti perubahan iklim, penyakit secara global, kondisi Timur Tengah yang tidak menentu, Cina yang sektor industrinya sedang bangkit dengan menciptakan teknologi 5G.

“Indonesia musti bisa memanfaatkan kondisi Geostrategisnya. ITB dan ITS harus bekerjasama agar Indonesia bisa menjadi negara maju. Cina sekarang sudah mampu mengambil alih kepemimpinan Rusia,” jelasnya.

(Yones)

Berita Terkait