Kasus Baiq Nuril, Inspirasi Bagi Jurnalis Perempuan untuk Perjuangkan Hak - Hak Perempuan



Bandung, Beritainspiratif.com -

Perempuan yang berprofesi sebagai jurnalis, harus memiliki perspektif gender dalam kerja dan karya jurnalisnya.

Pandangan tersebut disampaikan Afrida Damanik, wartawati senior ketika ditanya seputar isu gender dalam dunia jurnalistik.

“Jurnalis perempuan memiliki tanggung jawab moral, untuk memberikan perhatian lebih terhadap isu-isu perempuan," ujarnya saat ditemui dikediamannya dikomplek Perumahan Santosa Asih Kota Bandung, Minggu (25/11/2018).

Kendati di era kekinian soal kesetaraan kian menguat, perempuan dituntut berani sekaligus kreatif mengemas isu mengenai perempuan menjadi menarik.

"Karena menjadi fakta, kadang isu perempuan dianggap tidak terlalu menarik. Padahal kekuatan perempuan jika dibangun dalam konteks yang luas, cukup strategis bukan hanya dijurnalis tetapi juga dalam hal memajukan bangsa," bebernya.

Terkait soal gender, Ida panggilan akrabnya juga menyoroti kasus Baiq Nuril yang tengah menjadi perhatian.

"Kalau kita bicara gender, apa yang menimpa Baiq Nuril berpotensi melanggengkan praktik kekerasan terhadap perempuan," tuturnya.

Artinya, sambung Ida, perempuan yang mengetahui atau malah menjadi korban, akan tetap takut melaporkan peristiwa kekerasan atau pelecehan seksual.

Baiq Nuril (40) adalah seorang guru honorer bagian Tata Usaha di SMA 7 Mataram, NTB. Ia dinilai melanggar pasal 27 ayat (1) UU ITE karena menyebarkan informasi bermuatan asusila.

Konten yang dimaksud adalah rekaman percakapan telepon antara dia dengan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram bernama Muslim.

Menurut Ida peristiwa yang menimpa Baiq Nuril, harus dilihat tidak hanya dari konteks hukumnya. Bagi jurnalis perempuan, harus juga ada pengupasan yang kuat dari sisi gendernya.

"Ada banyak kasus tentunya, dan kasus Baiq Nuril jadi tantangan untuk jurnalis perempuan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dibidang hukum, " ujar perempuan yang kini menjadi Caleg DPRD Kota Bandung dari Partai Berkarya tersebut.

Diakui Ida, saat ini media masih banyak menjadikan perempuan sebagai komoditi.

"Fakta ini juga jadi tantangan jurnalis perempuan untuk, membangun kesadaran media agar memiliki perspektif perempuan,” pungkasnya.    (*)

Berita Terkait