Ini Tokoh Seniman Cirebon yang Komitmen Pertahankan Kesenian Sandiwara



Cirebon,Beritainspiratif.com - Pagelaran seni dan budaya khas Cirebon yang satu ini sudah simulai sejak dulu dan hingga sekarang menjadi satu pegelaran yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, Subang bahkan sampai ke Brebes Jawa Tengah. Grup Sandiwara Jaya Baya pimpinan H Sulama ini akan terus menghibur para penggemarnya lewat cerita-certia sejarah Cirebon.

“Grup Sandiwara Jaya Baya berdiri sejak 30 Mei 1990, dan almadulillah sampai saat ini bisa terus eksis dengan banyaknya grup sandiwara yang mulai bermunculan,” ujar H Sulama, saat ditemui Beritainspiratif.com, Minggu (9/6/2010).

Jaya Baya, menurut H Sulama, sangat berhubungan erat dengan Grup Sandiwara Prabu Jaya Baya yang saat itu dipimpin oleh (Alm) Wardana yang begitu tenar pada tahun 1980-an, setelah meninggalnya sang pimpinan yakni pada tahun 1990, Prabu Jaya Baya berubah nama menjadi Jaya Baya.

“Setelah meninggalnya (Alm) Wardana, grup Sandiwara Prabu Jaya Baya tidak ada yang mengurus, memang saat itu sekitar tahun 1987 hingga 1990, saya menjadi sekretaris grup sandiwara ini, dan setelah itu saya berinisiatif untuk kembali menghidupkan Prabu Jaya Baya, dan mengubah namanya menjadi Jaya Baya,” katanya.

H sulama yang memang sejak 1984 sudah menggeluti dunia peran di pagelaran sandiwara ini memiliki darah seni dari orang tuanya yang memang keluarga besar seniman yang berasal dari Desa Kartasura, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon.

“Darah seni saya merupakan turunan dari orang tua, dulu orang tua saya itu profesinya penabuh gendang, dan darah seni ini juga mengalir pada anak-anak saya, anak saya juga ada yang menjadi pemain sandiwara,” katanya.

Dikatakan H Sulama, perkembangan Jaya Baya sekarang ini sudah mulai pesat, dan pagelaran sandiwara yang identik pada jaman dahulu kala adalah ajang untuk menyampaikan aspirasi dari masyarakat kepada pemerintahan kerajaan. Dan untuk sekarang ini pagelaran sandiwara dikemas dalam satu kemasan cerita sejarah yang cukup menarik.

“Sejak dahulu hingga 1948 Sandiwara itu namanya Tunil, dan sejak tahun 1948-1968 Tunil diganti namanya menjadi Masres, dan sejak tahun 1986 sampai sekarang Masras diganti menjadi sandiwara, dan sekarang sandiwara dikemas menjadi tontonan yang menarik karena mampu membawa emosi penonton dengan suguhan cerita-certia bersejarah tentang Babad Cirebon,” katanya.

Perkemangan sandiwara yang sekarang begitu pesat, sangat disayangkan oleh H Sulama, karena pihak pemerintah daerah, terkesan tidak memperhatikan kesenian asli Cirebon ini. H Sulama berharap kepada pemerintah daerah untuk bisa memperhatikan para seniman sandiwara yang hingga saat ini terus mau bermain meski kondisi ekonomi sekarang ini sedang tidak menentu.

“Saya sih minta kepada pemerintah daerah untuk bisa memperhatikan para pemain dan juga grup sandiwara, jangan membeda-bedakan antara sandiwara dengan kesenian yang lainnya, karena walau bagaimana juga sandiwara ini adalah salah satu kesenian asli Cirebon,” tandasnya. (Dekur)

Berita Terkait