"Giri Suci" di Bukit Rinjani Ternoda Maksiat,  Benarkah Jadi Penyebab Gempa? 



NTB, Beritainspiratif.com -Warga Kecamatan Sembalum masih berduka. Gempa minggu pertama 6,4 SR hari Ahad (29/08/2018) menyebabkan ratusan rumah warga rusak, 777 rumah yang terkena dampaknya.

Gempa bumi tektonik magnitudo 6,4 menyebabkan total korban 17 orang meninggal dunia, 5.448 rumah rusak, 10.062 jiwa mengungsi, total 47.361 jiwa terdampak gempa.

Belum sempat warga Sembalun tenang, Allah masih memberi cobaan berupa datangnya gempa susulan 7,0 SR, hari Ahad (05/08/2018),  sekitar pukul 18.46 WIB di sekitar Nusa Tenggara Barat  (NTB) dan Bali, sempat diberitakan BMKG gempa berpontensi tsunami.

Listrik mati, kaca-kaca hotel di Mataram pecah dan sebagian tiang-tiang listrik tumbang. Warga  yang cemas dan ketakutan terpaksa berhamburan dan lari di tanah lapang.

Sembalun bukan tempat asing. Salah satu  kecamatan di Kabupaten Lombok Timur ini menyuguhkan pemandangan alam yang indah, dan menjadi destinasi menarik bagi wisatawan lokal maupun asing.

Dikutip Hidayatullah, saat Gempa

Kecamatan yang mengayomi enam desa — Desa Sembalun Bumbung, Desa Sembalun Lawang, Desa Sajang, Desa Bilok Petung, Desa Sembalun, dan Desa Sembalun Timba Gading—juga sebagai pintu masuk untuk mencapai kemegahan Gunung Rinjani yang berlokasi di pulau Lombok Nusa Tenggara Barat, sekaligus menjadi salah satu jalur populer titik awal pendakian ke Gunung Rinjani.

Tempat indah—yang pernah dikunjungi Presiden Soeharto karena berkembang sebagai sentra produksi bawang putih pada 1986—berjarak 40 kilometer utara Selong,  Lombok Timur atau 90 kilometer dari Mataram, ibu kota NTB ini dikenal keindahan alam mengagumkan dari dasar laut hingga langit malam nan indah.

Para ulama sesepuh pemangku adat Lombok terdahulu menjuluki Desa Sembalun di Gunung Rinjani dengan nama “Giri Suci” yang berarti tempat terbatas yang suci.

Di Sembalun juga dikenal “Wetu Telu”, sebuah praktik keagamaan  sebagian masyarakat Suku Sasak yang mendiami Pulau Lombok, yang dinilai belum lengkap akibat pendawah pertama kali yang membawa Islam meninggalkan pulau itu saat mengajarkan Islam.

Wetu Telu yang menurut masyarakat setempat dikenal konsep tuhan, alam dan manusia, kemudian ditata kelola menjadi tiga orang, tiga pemimpin adat.

Pertama. Pengulu Adat yang bertugas mengatur hubungan tuhan yang dibantu oleh kiai kiai adat.Kedua, Pemangku Adat  bertugas mengatur lingkungan hidup dan semua yang berhubungan  dengan alam mereka dibantu oleh para mangku adat yang terdiri dari _Mangku Gumi_ mengatur tataruang dan tata letak,  Mangku Gawar mengatur semua yang yang berhubungan dengan hutan seperti berburu hewan bahkan orang yang akan memotong pohon harus menanam seratus pohon terlebih dahulu.

Kemudian  Mangku Gunung yang bertugas berkaitan  gunung juga situs situs di dalamnya.

Juga  Mangku Makem bertugas mengelola, merawat, menkonservasi mata air serta biota di dalamnya; seperti di musim hujan jangan sampai terjadi banjir dan sebaliknya di muslim kemarau jangan terjadi kekeringan.

Mangku Makem juga harus bekerja sama dengan Mangku Gawar_ dalam penghijauan hutan.

Selain itu, orang Sembalun yang memiliki kearifan lokal yang dikenal dengan “Berjiwa Lombok Buaq Berperilaku Sasak Sakabira.” (berkatakter lurus, tulus, ikhlas, jujur juga adil dan berperlaku saling bantu, saling tolong, saling begotong-royong, saling menopang, bekerjasama dan bekerja bersama sama).

Semua kerjasama ini berjalan harmoni, menjaga alam, moral dan budaya hingga tiba datangnya  modernisasi dan perbaikan taraf hidup di era 1985. Dimana adanya keberhasilanya di di bidang pertanian monokultur bawangputih.

Modernisasi bidang pertanian ini pula menjadi pintu masuk kapitalis, dan pelan pelan orang orang di Sembalun menjadi materiastis, dianggap melupakan jati diri berjiwa  Lombok Buaq berperilaku Sasak Sakabira.

Yang tak kalah penting, juga datangnya fenomena banyaknya anak-anak muda memanfaatkan alam bukan untuk mensyukuri nikmat Allah, tapi justru merusak tempat ini dengan mengumbar kemaksiatan yang boleh jadi sebagai sumber datangnya musibah gempa.

“Kami minta pemerintah segera menghentikan acara muda mudi di Bukit Pergasingan, Selong Anak Dara, Bukit Nanggi, Bukit Telaga  juga  melarang pendakian di hari Jumat, agar para porter lokal bisa menunaikan sholat Jumat, sebagaimana aturan adat  orang Sembalun dilarang bepergian dihari Jumat, sehingga kita terhindar dari bencana” tutup Ustadz Abdurahman Penghulu Adat Kemangkuan Adat Tanah Sembalun.

(Kaka)

Berita Terkait

  • Ramadhan & Idul Fitri
  • 17 Apr 2024
30 Persen Pemudik Belum Kembali ke Jakarta