"Gender" Bukan Salah Satu Tolak Ukur Keamanan Berkendara



Bandung, Beritainspiratif.com - Memang, ada banyak alasan yang membuat wanita ingin bisa mengemudikan sendiri  mobilnya. Mulai dari isu emansipasi, mandiri, mendapatkan privasi, kebutuhan bekerja, memudahkan beraktivitas, hingga antar-jemput anak sekolah atau berbelanja.

Jumlah pengemudi wanita di Indonesia tiap tahun memang terus meningkat. Tampak dari makin tingginya jumlah wanita yang mengajukan pembuatan surat izin mengemudi (SIM) kategori A.  Menurut data Kepolisian Republik Indonesia, jumlah wanita pemohon SIM tahun 2015 mencapai 794 orang, lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yaitu 665 orang.

Mengutip situs Femina, jumlah pengemudi wanita boleh meningkat. Namun, faktanya, menurut Juliana Murniati, akrab disapa Murni, dosen psikologi dari Universitas Atma Jaya Jakarta, tingkat angka kecelakaan yang terjadi pada pengemudi wanita justru selalu lebih rendah ketimbang pengemudi pria.

Murni mengatakan, sebuah penelitian menyebutkan bahwa pria dua kali lebih sering mengalami kecelakaan dibanding wanita. Kecelakaan di jalan raya juga lebih sering diawali oleh kesalahan pengemudi pria daripada wanita. “Ini karena wanita cenderung lebih banyak perhitungan dan berhati-hati dalam mengemudikan mobil,” ujarnya.

Secara umum, kecelakaan yang melibatkan pria terjadi akibat mengebut dan jalan yang gelap. Sementara wanita, lebih sering mengalami kecelakaan di perempatan jalan dan kesalahan persepsi, misalnya kesalahan dalam memperkirakan jarak mobilnya dengan jarak mobil di depannya saat akan menyalip.

Secara psikologis, menurut Murni, pengemudi wanita dan pria memiliki perilaku positif dan negatif. “Perilaku positif wanita biasanya adalah lebih berpikir untuk taat peraturan lalu lintas, clear, dan reasonable dalam mengambil keputusan,” katanya. Sementara perilaku negatifnya adalah kurangnya kemampuan persepsi dalam menilai kondisi jalan, cenderung ragu-ragu dalam menyalip kendaraan di depannya, ‘gatal’ untuk segera membuka handphone saat mendengar nada panggilan, dan mengenakan make up sambil berkendara. Banyak wanita yang melakukan hal itu.

Diasti Heriyanti  (40), misalnya. Meski bangga pada kemampuan menyetirnya yang tidak kalah dengan suami, ia mengaku  menyalip adalah kelemahannya. Saat road trip Jakarta Bali dua bulan lalu, ia mengalaminya. Saat itu pukul 11 malam, suami dan kedua anaknya tidur. Awalnya, ia menyetir dengan santai, karena selain kosong, jalan utama Gilimanuk-Denpasar lurus-lurus saja. Namun, ketika mulai naik turun bukit, ada bus berjalan lambat di depannya. “Saya ragu-ragu mau menyalip. Bolak-balik ambil ancang-ancang, tapi enggak jadi terus. Mana di belakang ada bus lain yang nempel dan terus-menerus mengklakson,” cerita Diasti, kesal.

Akhirnya, ketika ia memberanikan diri, tanpa sadar jalan sedang menanjak dan berbelok ke kanan. Tiba-tiba dari arah berlawanan ada truk besar. “Saya panik. Bayangkan, waktu itu rasanya saya mau tutup mata,” kata Diasti, tersenyum kecut. Suaminya yang sudah terbangun pun berseru, “Terus, terus! Salip, jangan ragu-ragu!”  Diasti langsung tancap gas menyalip, dan syukurlah  truk dari depan mau berhenti, memberi Diasti kesempatan untuk menyalip.

“Setelah itu saya langsung lemas. Lima belas menit kemudian saya minta suami gantian nyetir. Duh, untung suami orangnya tenang, enggak ikutan panik,” kata Diasti, tersenyum malu.

“Secara teknis, pengemudi pria memang lebih jago dan itu sisi positif mereka,” kata Murni. Namun, pria banyak memiliki perilaku negatif, seperti suka melanggar peraturan, bermain-main dengan kecepatan, mencari sensasi dan berani mengambil risiko, serta lebih agresif.

Menurut Boy Falatehansyah, trainer dari Jakarta Defensive Driving Centre (JDDC), sekarang ini mengemudi mobil bukan lagi dominasi kaum pria. “Wanita sekarang selalu ingin lebih unggul dari pria,” katanya. Lihat saja wanita pembalap mobil, Alexandra Asmasoebrata, yang kemampuannya di jalan tidak perlu dipertanyakan lagi. “Memang, kadangkala pria suka meremehkan kemampuan mengemudi wanita,” ujar Boy.

Sebenarnya, kata Boy, gender bukanlah tolok ukur faktor keamanan berkendara di jalan raya. “Karena tolok ukur sebenarnya adalah bagaimana pengemudi tersebut memahami kondisi kendaraannya, medan perjalanan yang akan dilalui, serta pemahaman yang matang dalam berkendara,” jelasnya.

Meski demikian, menurut Boy, memang masih banyak wanita yang berperilaku negatif saat menyetir. “Kadang-kadang tanpa mereka sadari, itu justru bisa membahayakan keselamatan dan nyawa mereka,” ujarnya.

Misalnya, mengenakan high heels saat menyetir atau menaruh alas kaki lain di ruang pedal yang dapat mengganggu pergerakan kaki. “Padahal itu sangat berbahaya,” ujar Boy. High heels membuat Anda tidak maksimal menginjak rem, atau bahkan bisa tersangkut pada pedal atau karpet.

Jujur saja, Anda juga pasti pernah memanfaatkan waktu saat berhenti di lampu merah untuk berdandan. Kelihatannya, sih, memang mudah. Lumayan kan, 2 menit bisa menggambar alis. Namun akibatnya, ketika lampu hijau menyala, Anda tidak siap, dan bisa menginjak pedal gas mendadak karena kaget, atau malah salah mengoper ke gigi mundur. “Ini jelas sangat membahayakan pengemudi lain. Usahakan sebisa mungkin tidak berdandan saat sedang di jalan. Manfaatkan waktu di parkiran sebelum Anda turun,” Boy menegaskan.

Wanita juga suka mengatur posisi duduk terlalu dekat dengan setir. Bisa jadi karena ukuran tubuh membuat wanita sulit melihat ke depan mobil, kalau tidak sangat dekat ke setir. Padahal, menurut Boy, kondisi ini malah akan membuat pergerakan tangan menjadi tidak leluasa saat mengemudi. Belum lagi kalau meletakkan camilan di pangkuan, atau barang-barang lain di ruang dashboard. “Barang-barang ini berpotensi mudah jatuh dan mengganggu konsentrasi mengemudi,” kata Boy.

Meski begitu, sebenarnya, kata Boy, gender bukanlah tolok ukur faktor keamanan berkendara di jalan raya. "Karena tolok ukur sebenarnya adalah bagaimana pengemudi tersebut memahami  kondisi kendaraan yang dikemudikan dan medan perjalanan yang akan dilalui serta pemahaman yang matang dalam berkendara," jelasnya. Ia membaginya dalam konsep safety driving dan defensive driving.

(Kaka)

Ilustrasi: Jagatotomotif.id

Berita Terkait