Era Humas 4.0 - Robot sudah mampu menulis Artikel



Jakarta, beritainspiratif.com - Perubahan memang hal yang tidak bisa kita tepis kedatangannya. Dan, mereka yang tidak mau beradaptasi dengan perubahan, bisa dipastikan akan tergerus dan tenggelam.

*Change is scary, but not as scary as staying the same forever*

Kutipan diatas tersebut, ditemukan di internet, sebagaimana yang dikutip warta economi.co.id (24/5/2018)

500 tahun sebelum Masehi, Heraclitus seorang Philosopher Yunani berkata: the only thing that is constant is change! Perubahan terjadi di mana-mana! Model bisnis, consumer habit, tren pasar, dunia ritel, dan industri berubah! Semua hal di dunia terus mengalami perubahan.

Sebut saja Industri 1.0 yang terjadi setelah penemuan mesin uap di abad ke-18 yang telah menghasilkan efisiensi dan efektivitas cara produksi. Kala itu, operasional industri masih berbasis manual dan mekanikal. Alhasil, produk dan jasa yang dihasilkan menjadi lebih besar, variatif, dan presisi pasca-era Industri 1.0 tiba. Sedangkan Industri 2.0 menitikberatkan pengorganisasian kerja seiring kehadiran energi listrik di abad ke-19. Di sini adalah produksi-massal, standardisasi, spesialisasi kerja, dan pabrikasi. Output dari produksi semakin banyak dan terjadi dalam hitungan jam.

Di era Industri 3.0, terjadi lompatan teknologi yang luar biasa. Kemajuan dunia di bidang elektronik dan teknologi informasi (TI) membuat produksi secara massal dan otomatisasi. Sebut saja pabrikan mobil, smartphone, elektronik, di mana produk terlahir dalam hitungan menit.

Sekarang, kita tengah berada di Industri 4.0. Robot hadir untuk membantu proses produk dan diprediksi menggantikan manusia. Teknologi artificial intelligent (AI) digunakan di berbagai industri, sebut saja otomotif, elektronik, kedokteran, eksplorasi, dan lainnya. Peran manusia semakin berkurang, bahkan terganti dengan AI.

*Humas Berevolusi*

Bagaimana industri humas (public relations) menyikapi ini? Sebagai latar belakang, terjadi empat tahapan di sini. Humas 1.0 adalah era di mana praktisi humas harus menjalankan tugasnya secara tradisional. Inilah era di mana humas harus melakukan monitoring secara manual setiap harinya. Bagi Anda yang lahir di era 1960-1970-an, tentu pernah mengalami hal ini. Media cetak, seperti koran, majalah, hingga televisi masih menjadi andalan.

Sementara, era Humas 2.0 adalah era kelahiran media online. Media seperti New York Times, The Economist, Kompas, hingga Tempo beralih ke platfrom digital. Arus informasi lalu-lalang karena awak media bisa membuat berita kapan saja, di mana saja, dan tentang apa pun. Jika di era Humas 1.0, wartawan terpaku dengan deadline di sore hari, kini setiap waktu adalah deadline.

Sedangkan era Humas 3.0 adalah era di mana media sosial menjadi media yang dipercaya masyarakat. Sebuah anomali terjadi di sini. Jika dulu hanya wartawan yang bisa membuat berita, kini berubah. Siapa pun bisa mengunggah berita. Medium seperti Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, hingga blog menjadi digital platform. Humas bukan hanya memonitor media –offline dan online, melainkan juga media sosial. Berita baik dan buruk bisa datang kapan saja, oleh siapa saja.

Adapun era Humas 4.0 adalah era di mana artificial intelligent (AI) dan era big data hadir. Dampak dari fenomena ini belum terasa saat ini. Namun, kenyataanya robot sudah mampu menulis artikel di media dan membantu menulis, mencari bahan, atau apapun. Dulu kita selalu utarakan, tugas humas adalah 24x7 jam, namun di era Humas 4.0 menjadi 7x1.440 menit. Benar menjadi per menit! Humas harus selalu aware  dengan situasi yang terjadi. Humas bukan berkompetisi dengan humas lintas negara, sekarang bersaing dengan AI dan robot!

Di sebuah kesempatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluhkan kualitas humas saat ini belum memenuhi standar yang ada. Saat ini, banyak humas dari kementerian/lembaga (K/L) tidak mengerti program dan kebijakan yang ada. Mereka hanya berkutat pada aktivitas membuat press release dan mengundang wartawan. Padahal, humas harus mengerti audiens, program, bertanding tanpa henti layaknya tinju.

"Komunikasi itu seperti boxing full body contact 24/7. Komunikasi itu sangat cair, terus-menerus dan orang bisa bereaksi atas kebijakan kita dari berbagai lini," katanya

(Yanis)

Berita Terkait