Beritainspiratif.com-Tanggal 20 Mei, seperti biasa, Bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas).

Tahun ini Harkitnas sudah berusia 109 tahun. Kendati punya nilai historis yang penting, peringatan Harkitnas selalu hanya sayup-sayup di tengah hiruk-pikuk politik negeri ini.

 

Memang, sampai hari ini, penetapan Harkitnas yang mengacu pada hari kelahiran Boedi Oetomo masih menyisakan perdebatan.

Banyak yang mengajukan gugatan. Tetapi, banyak juga diantara kita yang justru kurang informasi mengenai seluk-beluk Harkitnas.

Berikut ini, kami beberkan 10 fakta tentang Harkitnas:

Harkitnas yang disenafaskan dengan hari kelahiran Boedi Oetomo (BO), tanggal 20 Mei 1908, digugat banyak peneliti sejarah.

Sebab, organisasi yang menghimpun kaum priayi Jawa ini punya visi nation yang sangat sempit: belum berbicara nation Indonesia atau setidaknya sebuah wilayah yang mencakup Hindia-Belanda saat itu. BO hanya bicara Jawa.

Selain itu, sejak pendirian hingga peleburannya ke Partai Bangsa Indonesia/Parindra pada tahun 1935, BO tidak pernah menjadi gerakan politik.

Organisasi ini berisikan kaum priayi, yang sangat menaati dan menaruh hormat kepada pemerintah kolonial.

Kendati berbicara soal kemajuan Jawa, tetapi jalurnya hanya melalui pendidikan dan budaya.

Seluruh sekolah yang didirikan oleh BO disubsidi oleh pemerintah kolonial dengan ketentuan menggunakan kurikulum resmi (pemerintah).

Kendati berbicara tentang Nation Jawa, Dokter Soetomo, pendiri sekaligus Ketua pertama BO, tidak bisa berpidato menggunakan bahasa Jawa.

Dia berpidato menggunakan bahasa Belanda.

Faktanya, BO juga bukan organisasi pribumi yang pertama. Dua tahun sebelumnya, yakni 1906, sudah berdiri organisasi bernama Sarekat Prijaji.

Pendirinya adalah RM Tirto Adhisorjo, seorang bekas mahasiswa sekolah kedokteran Jawa (STOVIA) dan jurnalis pribumi terkemuka.

Koran organisasi ini, Medan Prijaji, yang berdiri tahun 1907, sudah menggunakan bahasa Melayu.

Hanya saja, organisasi ini layu hingga akhirnya lenyap sebelum berkembang.

Jangan lupa juga, pada tahun 1905, berdiri organisasi atau serikat buruh pertama di Hindia-Belanda, yaitu Staats-Spoor Bond (SS-Bond).

SS Bond menghimpun buruh kereta api pemerintah, baik orang Belanda maupun pribumi.

Kemudian, pada tahun 1908, berdiri juga serikat buruh yang militan, Vereniging van Spoor en Tram Personeel (VSTP), yang kelak menjadi unsur di dalam Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV).

Selain itu, jauh sebelumnya berdirinya organisasi modern bumiputera, sudah muncul tokoh-tokoh bumiputera yang memercikkan gagasan emansipansi bumiputera dan berwatak anti-kolonialisme, seperti Kartini, Dr. Wahidin Soedirohoesoedo, dan Abdul Rivai.

Bung Hatta sendiri dalam tulisannya di majalah Star Weekly, tanggal 17 Mei 1958, untuk memperingati 50 tahun Pergerakan Nasional mengatakan, apabila diukur dengan pengertian sekarang tentang apa yang disebut ”perjuangan politik dan pergerakan kebangsaan”, Boedi Oetomo memang belum memenuhi syarat untuk diberi nama ”Pergerakan Nasional”.

Akan tetapi, ditinjau dari suasana masa itu, Boedi Oetomo sudah mengandung ”kecambah semangat nasional”.

Organisasi itu dapat dipandang sebagai pendahulu dari pergerakan kebangsaan yang muncul pada 1912 dan 1913 dengan lahirnya Nationale Indische Partij dan Sarekat Islam. (P SWANTORO, Boedi Oetomo dan Nagazumi, 2008).

Tahun 1918, hari kelahiran BO yang ke-10 dirayakan di negeri Belanda.

Salah satu orang yang merayakan adalah Soewardi Soerjaningrat, yang saat itu sedang menjalani pembuangan di negeri Belanda.

Sehubungan dengan momentum itu, Soewardi menulis artikel di Nederlandsch-Indie Oud & Nieuw terbitan tahun ketiga, 1918-1919.

Di awal artikelnya ia menulis: “Tanpa ragu kini saya berani menyatakan bahwa tanggal 20 Mei adalah Hari Indisch-nationaal (Indisch-nationale dag).”

Ada yang mengusulkan agar Harkitnas disenafaskan dengan hari kelahiran partai politik pertama di Indonesia, yakni Indische Partij (IP), yang digawangi oleh tiga serangkai: E.F.E Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Soewardi Soejaningrat alias Ki Hajar Dewantara.

IP didirikan tanggal 25 Desember 1912. Secara politik, IP tidak lagi terikat dengan pemerintah kolonial. Selain itu, kendati belum menyebut “Indonesia”, tetapi IP merupakan organisasi pertama yang lantang menyatakan kemerdekaan Hindia.

Seruan mereka: “Hindia untuk orang Hindia.”

Dalam hal ini, IP mencita-citakan nasion Hindia yang merdeka dan demokratis, dimana semua suku bangsa dan ras memilik hak yang sama di dalamnya.

Peringatan Harkitnas pertama kali dilakukan dilakukan tahun 1948, tepatnya 20 Mei 1948.

Tiga tahun setelah Indonesia Merdeka. Menurut Kronik Revolusi Indonesia jilid ke-IV (1948), yang disusun oleh Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagio Toer, dan Ediati Kamil, pada bulan Mei 1948 Bung Karno memanggil Ki Hajar Dewantara agar pada tanggal 20 Mei 1948 diadakan peringatan 40 tahun Hari Kebangunan Nasional di seluruh Indonesia dan luar negeri.

Peringatan Harkitnas pertama ini dilangsungkan di Yogyakarta, di tengah benturan politik antara PKI dan partai-partai lain.

Ki Hajar Dewantara ditunjuk sebagai Ketua Panitia, sedangkan Wakilnya dari PKI, Tjoegito.

Nyata sekali, bahwa peringatan Harkitnas saat itu ditujukan untuk mempersatukan semua partai politik yang berseteru dalam kerangka melawan musuh bersama, yaitu Belanda.

Peringatan Harkitnas secara besar-besaran kembali dilakukan tanggal 20 Mei 1958.

Ini disebut sebagai peringatan yang ke-50 alias setengah abad. Dalam peringatan Harkitnas itu, Bung Karno menyampaikan pidato: “Kenapa kita tanggal 20 Mei 1958 ini mengadakan peringatan hari Kebangkitan Nasional setjara hebat? …. Memang benar, Budi Utomo adalah satu serikat jang ketjil.

Tudjuannja pun belum djelas sebagai tudjuan kita sekarang ini. Tetapi Saudara-saudara, marilah kita tindjau terbangunnja Budi Utomo itu dari sudut jang lain…. Benar 20 Mei 1908 sekedar satu “kriwikan” kata orang Djawa-dan belum “grodjogan”. Jang kita peringati ialah bahwa 20 Mei 1908 itu berisi kemenangan satu azas, kemenangan satu beginsel.

Tidak ada satu bangsa jang tjukup baik untuk memerintah bangsa lain. No nation is good enough to govern another nation.” (Yanis)

Sumber : Mahesa Danu, dekrit.com