Foto: ANTARA / [i. prompt kuratorial AI by Feddy WS, 2025]
BERITAINSPIRATIF.COM - Menkop Budi Arie memandang penting peran aktif KPK dalam mendampingi program Kopdes/Kel Merah Putih, tidak semata sebagai pengawas ex-post, tetapi sebagai mitra strategis dalam membangun sistem pencegahan sejak awal atau preventive governance.
Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi menegaskan, untuk menjaga kredibilitas, integritas, dan akuntabilitas pembentukan 80 ribu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di seluruh Indonesia, pihaknya secara aktif menggandeng dan akan bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Karena program ini begitu besar dan strategis, serta melibatkan anggaran yang sangat besar, maka kita meminta bantuan KPK untuk memberikan edukasi, pendidikan anti korupsi untuk para pengelola Kopdes/Kel Merah Putih, pengawasan, dan mitigasi risiko," ucap Menkop Budi Arie usai melakukan audiensi dengan KPK di Jakarta, Rabu (19/5).
Menkop berharap, kerja sama dengan banyak pihak, termasuk aparat penegak hukum seperti KPK, program Kopdes/Kel Merah Putih ini bisa kredibel.
"Kita akan menindaklanjuti dengan MoU, serta meminta ada dari KPK masuk ke dalam tim ini supaya bisa memberikan input, saran, dan juga mitigasi jika ada potensi-potensi pelanggaran hukum yang terjadi dari program ini. Ini program mulia dari Presiden yang harus kita kawal dengan baik," ucap Menkop dalam keterangan resmi Kemenkop, Kamis (22/5/2025).
Baca Juga: 8 Tantangan Utama dalam Pendirian KOPERASI MERAH PUTIH Desa/Kelurahan
Baca Juga: Persyaratan Pengurus dan Pengawas Koperasi Merah Putih Desa/Kelurahan
Dilansir ANTARA Menkop menyebut pembiayaan untuk Kopdes Merah Putih berasal dari kredit pinjaman perbankan.
Oleh sebab itu, nantinya perbankan bakal melakukan penilaian bisnis dan risiko. Budi menyebut tidak semua Kopdes Merah Putih di seluruh daerah membutuhkan modal awal sekitar Rp3 miliar.
Namun demikian, menurut perhitungannya, biaya yang dibutuhkan untuk membangun 80.000 Kopdes Merah Putih sekitar Rp240 triliun apabila mengacu pada modal awal setiap koperasi Rp3 miliar.
"Kemarin itu antara kalau Rp3 miliar [setiap koperasi] kan berarti sekitar Rp240 triliun. Dan ini anggaran yang sangat besar, yang membuat potensi-potensi kerawanannya juga tinggi. Karena itu dari tingkat perencanaan kita sudah kawal perencanaan," tuturnya.
Lebih lanjut dikatakan Menkop Budi Arie pihaknya menyadari bahwa skala besar Kopdes/Kel Merah Putih dapat membuka ruang risiko tata kelola, mulai dari legalisasi koperasi fiktif, pengadaan yang tidak akuntabel, hingga praktik moral hazard di tingkat lokal.
Oleh karena itu, Menkop mengusulkan beberapa langkah konkret dalam menjaga eksistensi Kopdes/Kel Merah Putih berada di jalurnya.
Pertama, pembentukan Tim Koordinasi Pengawasan Kopdes Merah Putih antara Kemenkop dan KPK.
"Tujuannya, untuk menyusun early warning system, memetakan wilayah rawan risiko, serta merancang mekanisme penanganan aduan berbasis masyarakat," ucap Menkop.
Kedua, integrasi sistem pelaporan Kopdes/Kel Merah Putih dengan dashboard pengawasan KPK, untuk mendukung transparansi real-time dan audit berbasis risiko.
Ketiga, pelatihan antikorupsi dan asistensi teknis bagi pelaksana program, notaris, dan pemangku kepentingan lokal, dalam rangka pencegahan dan peningkatan akuntabilitas.
"Keempat, penandatanganan MoU atau PKS kelembagaan sebagai payung hukum kolaborasi lintas sektor dan dukungan kelembagaan berkelanjutan," ucap Menkop Budi Arie.
Lebih dari itu, Menkop Budi Arie juga mengusulkan agar KPK dapat melakukan pendampingan dan penguatan kontrol internal.
"Sinergi ini juga akan menguatkan koordinasi kami dengan Satgas Nasional Kopdes/Kel Merah Putih," kata Menkop.
Melalui kolaborasi ini, Menkop ingin memastikan bahwa koperasi desa bukan hanya hadir secara administratif, tetapi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi lokal yang mampu meningkatkan pendapatan, menciptakan pekerjaan, dan memperkuat ketahanan komunitas desa dalam menghadapi krisis pangan dan ketimpangan ekonomi.
Menkop Budi Arie meyakini Kopdes Merah Putih dapat menjadi model pembangunan ekonomi kerakyatan yang tidak hanya efektif secara ekonomi, tetapi juga kredibel secara kelembagaan.
"Koperasi yang dibentuk diharapkan tumbuh sebagai entitas usaha rakyat yang mandiri dan berdampak nyata, bukan sekadar pelengkap administratif atau saluran program sesaat," ujar Menkop.