Kediri, Beritainspiratif.com -Siapa tidak kenal bewang merah? Hampir setiap makanan yang kita konsumsi menggunakan bumbu dapur satu ini. Tumbuhan tunas berlapis ini memang begitu dekat dengan kehidupan manusia sehari-harinya, terutama untuk kalangan ibu rumah tangga.

Namun siapa sangka, di tangan dua siswi asal Kediri, bawang merah disulap menjadi bahan pembuatan tisu pembersih tangan organik. Dicampur dengan blimbing wuluh yang juga sering dipakai sebagai campuran masakan, penemuan kedua bocah berprestasi itu berhasil meraih penghargaan internasional. Kini produk penemuan kedua siswi SMA Negeri 1 Kediri tersebut siap diproduksi secara massal.

Mereka, Aulia Syahrina dan Shona Fa’iqa Febiastuti, mulanya mengetahui adanya senyawa antioksidan, antiseptic, dan pemulung radikal bebas yang berkhasiat bagi tubuh. Begitu halnya dengan guru pembimbing keduanya, Kartindria Farid Nugroho yang mengungkapkan bahwa kedua bahan alami tersebut mengandung tanin dan flavonoid serta antiseptik. Alasan mereka memilih kedua bahan alami itu karena mudah ditemukan di wilayah Kota Kediri, serta harganya sangat terjangkau.

“Jadi prinsip bekerjanya sederhana yaitu dengan pemanfaatan bahan alami,” ujar Farid seperti dilansir dari laman Suaramuslim, (27/7/2018).

Dalam komposisi tertentu, bawang merah dan blimbing wuluh mampu menekan pertumbuhan bakteri secara signifikan. Kemampuan tersebut kemudian dimanfaatkan dalam kain tisu sehingga menjadi tisu basah antiseptic yang diberi nama 2F Wipes Antiseptic.

Kedua pelajar itu pun mengklaim bahwa hasil inovasinya minim resiko terhadap kulit dibandingkan dengan pembersih tangan buatan pabrikan. Produk buatan pabrik mengandung PEG (polyethylene glycols), yang seringkali memicu iritasi kulit dan peradangan, terutama berbahaya jika terkena kulit yang terluka. PEG juga mengurangi kelembapan kulit dan mempercepat penuaan kulit. “Tisu kami memiliki kemampuan menekan pertumbuhan bakteri lebih kuat dibanding hand sanitizer pabrikan, serta bebas dari bahan kimia seperti PEG,” tutur Shona, mengutip dari laman beritagar, (27/7/2018).

Sementara itu tisu basah organik buatan Aulia dan Shona justru mampu menekan jumlah bakteri dan menurunkan suhu tubuh manusia. Mereka mengetahuinya setelah menerapkan uji ACMS (deteksi kandungan senyawa) pada bawang merah. “Bawang merah memang memiliki kemampuan menurunkan demam dan biasa dipakai orang zaman dulu untuk pengobatan,” kata dr Nieken Susanti, Sp.A, dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Muhammadiyah Kediri. Ke depan kedua peneliti muda itu berencana mengembangkan bentuk lain dari hand sanitizer ini menjadi gel atau spray untuk mengurangi limbah tisu.

Tisu Basah 2F Wipes Antiseptic

Tak butuh waktu lama untuk membuat 2F Wipes Antiseptic. Mulanya kedua bahan alami yang terlah dibersihkan itu ditimbang dalam skala tertentu, dengan komposisi sama 1:1. Kemudian keduanya diblender menjadi satu lalu disaring. Hasil saringan tersebut lalu dipanaskan dalam suhu 60 derajat sebagai proses sterilisasi.

Aulia sempat mengaku bahwa tantangan terbesar selama pembuatan tisu terletak saat pembakaran ekstrak blimbing wuluh dan bawang merah. Ini karena jika panas tidak stabil, maka memengaruhi hasil akhirnya. Sehingga dibuatkan kesabaran selama proses pembakaran. “Kalau pemanasannya tidak sempurna, warna tisunya bisa berubah bercak-bercak warna ungu bawang atau hijau blimbing wuluh,” kata Aulia.

Setelah proses pembakaran ekstrak selesai, proses terakhir adalah mencelupkan sepucuk kertas tisu kering ke dalalamnya. Dan jadilah tisu basah antiseptik. Untuk proses terakhir, tisu basah dikemas dalam aluminium foil kedap udara yang diklaim mampu bertahan hingga empat bulan tanpa bahan pengawet.

Bagi keduanya, membuat penemuan yang berguna bagi manusia sudah menjadi puncak pencapaian sebagai peneliti muda. Ditambah lagi, produk hasil penemuan mereka mendapatkan pengakuan internasional dalam ajang International Young Scientists Innovation Exhibition di Selangor, Malaysia, beberapa waktu lalu.

Untuk bisa sampai ke Selangor, Aulia dan Sona sebelumnya mengikutkan inovasi dalam sebuah lomba di Jakarta pada bulan Februari silam. Saat itu karya mereka berhasil masuk nominasi, mengungguli 1.300 peserta yang lain. sayangnya, karena uji lab yang mereka kerjakan kurang lengkap sehingga kompetisi sempat tidak berlanjut.

Persoalan berikutnya berkaitan dengan minimnya dana untuk mengikuti kompetisi ilmiah di luar sekolah. Orang tua masing-masing pun harus berjibaku membiayai keberangkatan anak mereka agar bisa mengikuti kompetisi nasional. Sementara itu baik Shona maupu Aulia juga berkerja keras untuk melengkapi ujicoba dengan melibatkan responden agar efektivitasnya benar-benar teruji.

Tisu basah F2 dinyatakan sebagai penemuan terbaik kedua dalam kategori Life Science yang diikuti peneliti muda dari 10 negara. Meski saat ini belum sempurna, Aulia dan Shona mengklaim tisu basah mereka siap diproduksi secara massal. Saat ini mereka baru mampu membuat 100 lembar tisu basah setiap 200 mililiter bahan senyawa. Setelah itu, mereka akan menyempurnakan karya dengan mengurangi aroma bawang dan menggantinya dengan aroma yang lebih segar agar bisa diterima di pasaran.

(Kaka)