Bandung – Juru bicara Presiden, Ali Mochtar Ngabalin sebaiknya diganti, sebab gaya komunikasinya yang agresif tak nyambung dengan karakter politik Prresiden Joko Widodo yang santun.

“Di sinilah pentingnya mereposisi Ngabalin. Selanjutnya menimbang juru bicara Presiden yang bukan saja menguasai materi dan diksi keagamaan tetapi juga merepresantasikan basis pemilih muslim yang lebih luas dan terstruktur hingga ke akar rumput,” ujar Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah (PW) Nahdatul Ulama (NU) Jawa Barat, Adlan Daie, di Bandung Senin, 23 Juli 2018.

Adlan menuturkan, juru bicara presiden semestinya tidak sekadar sebagai penyampai gagasan, pernyataan dan kebijakan presiden. Lebih dari itu, kehadiranya juga harus mewakili karakter politik sang kepala negara. Dia menyayangkan gaya komunkasi Ngabalin yang tak selaras dengan karakter politik Jokowi yang santun dan lunak.

Gaya komunikasi Ngabalin belakangan menjadi sototan publik terutama karena pernyataannya yang “keras” terhadap politisi dan pihak –pihak yang tak “ramah” pada rezim pemerintahan Jokowi.

Ngabalin ditarik ke lingkungan Istana, menurut Adlan, karena dua alasan. Selain sebagai ‘hadiah’ bagi Golkar yang mendukung Jokowi pada Pilpres 2019, juga untuk menarik basis pemilih ‘muslim kota’ yang dipersepsikan bagian dari komunitas Ngabalin yang selama ini sangat resisten terhadap Jokowi.

Namun gaya komunikasi Ngabalin yang “nyerang”, tambah Adlan, justru kontra produktif, berdampak negatif pada elektoral Jokowi sebagai Capres pada Pemilu 2019.

“Pasca Pilkada serentak 2018 elektoral Jokowi 45 persen, defisit sebesar 20 persen dari elektoral partai-partai pengusungnya sebesar 65 persen secara akumulatif,” ujarnya.

Karenanya ia berpedapat, Presiden Jokowi sebaiknya mengganti Ngabalin dengan sosok yang ‘lembut’, yang nyambung dengan karakter politiknya yang santun. Salah satu kandidat pengganti Ngabalin, tambah Adlan, yakni Ketua Lembaga Dakwah PB NU, K.H. Maman Imanulhaq .

Menurut dia, pengasuh Pondok Pesantren Al-mizan, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, itu memiliki kesamaan karakter politik dengan Jokowi yakni santun dan tidak ‘nyerang’.

“Selain itu Kyai Maman sudah sangat familiar dengan media-media nasional. Kyai Maman juga bisa menguatkan elektoral Jokowi di basis-basis pemilih muslim sekaligus sebagai "political soft" untuk menangkal "politik aliran" yang sekarang coba didesain ulang,” ujar aktivis Relawan Pesantren Jokowi itu.

YoC