70 Persen Guru Dinilai Tidak Kompeten, Profesionalisme Guru Perlu Direvitalisasi



Bandung,Beritainspiratif.com - Saat ini masih banyak guru yang belum memahami secara utuh, tentang profesinya. Hal itu dibuktikan dengan hasil Uji Kompetensi Guru (UKG), yang menunjukkan bahwa guru kompeten atau guru yang lulus dengan nilai minimal 80 tak lebih dari 30 persen.

Artinya, terdapat 70 persen guru yang masuk kategori tidak kompeten.Bertolak dari fakta tersebut, Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia (IKA UPI) Komisariat Departemen Pendidikan Sejarah, akan menggelar seminar nasional pendidikan bertajuk “Revitalisasi Profesionalisme Guru” di Gedung Achmad Sanusi kampus Bumi Siliwangi UPI pada Sabtu (7/12/ 2019) mendatang.

Seminar menghadirkan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Supriano, Guru besar UPI sekaligus Ketua Tim Pengembang Kurikulum 2013 Prof. Dr. Said Hamid Hasan, MA, Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Dudung Nurullah Koswara, M.Pd., dan praktisi pendidikan internasional yang lama malang-melintang mengembangkan kurikulum Cambridge International, Ir. Lay Ai Ling.

Ketua Panitia Seminar Luqman Amin
mengatakan hasil seminar akan disampaikan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, sebagai masukan dari komunitas guru dan alumni lembaga pendidikan tinggi kependidikan (LPTK).

IKA Pendidikan Sejarah menilai perlu memberikan masukan secara khusus kepada menteri millenial tersebut. Bukan tanpa alasan, Menteri Nadiem merupakan sosok yang selama ini tidak beririsan dengan profesi guru. Karena itu, perlu input memadai untuk merumuskan kebijakan tentang guru.

“Hasil seminar ini akan kami sampaikan kepada Mendikbud, yang menyatakan siap untuk mendengarkan masukan dari pakar dalam 100 hari pertama jabatannya. Mudah-mudahan perpaduan antara kajian regulasi, kritik ahli, pengalaman di lapangan, dan benchmarking lembaga pendidikan internasional dalam seminar ini, bisa menjadi salah satu pertimbangan Menteri dalam membuat kebijakan,” kata Luqman di kampus UPI jalan Setiabudhi kota Bandung, Senin (11/11/2019).

Lebih jauh Luqman menjelaskan, seminar akan membahas secara jernih tentang profesionalisme guru dari berbagai sudut pandang. Pertama, dari sisi kebijakan dan tata kelola guru yang selama ini berjalan. Dirjen GTK sudah menyatakan kesediaannya untuk hadir dan siap menjelaskan postur guru profesional berdasarkan ketentuan dan perundangan. Penjelasan ini penting agar para guru bisa melakukan assesment dirinya sendiri.

Kedua, lanjut Dadan, kritik atas kebijakan dan tata kelola guru di Indonesia. Termasuk apakah UKG sudah tepat untuk mengukur tingkat profesionalisme guru.

Pakar kurikulum Said Hamid Hasan secara tegas menyatakan bahwa UKG tidak valid untuk mengukur kompetensi guru. Kompetensi diartikan dua hal, (1) kualifikasi yang diperoleh melalui pendidikan, (2) hasil penelitian melalui pengamatan dan wawancara. Bukan UKG.

“Prof. (Said) Hamid Hasan ini salah satu alumni senior kami di UPI. Dalam diskusi di grup percakapan, beliau termasuk yang paling keras mengkritik UKG. Nah, karena itu sengaja kami hadirkan untuk dihadapkan langsung dengan pengambil kebijakan. Alhamdulillah Prof. Hamid menyatakan siap hadir,” ungkap Dadan.

“Tentu saja kami ingin mendapatkan gambaran tentang kiprah guru di sekolah. Jangan sampai topik yang membahas nasib jutaan guru ini mengabaikan suara guru itu sendiri. Karena itu, kami secara khusus menghadirkan sosok guru keren dari SMAN 1 Kota Sukabumi, Dudung Nurullah Koswara. Biar Pak Guru Dudung yang menyampaikan potret otentik guru di sekolah. Pak Guru siap hadir,” Dadan menambahkan.

Di samping itu, untuk memberikan perspektif lebih luas tentang tata kelola guru, seminar turut menghadirkan praktisi lembaga pendidikan internasional. Dengan demikian, guru dapat melihat lebih jauh potensi pengembangan diri dengan merujuk pada praktik baik (good practice) di sekolah-sekolah unggulan.

Sementara itu, Sekretaris IKA Pendidikan Sejarah Najip Hendra SP menceritakan, seminar profesionalisme guru ini merupakan lanjutan dari diskusi dalam grup percakapan WA alumni Pendidikan Sejarah. Dari debat panjang selama Agustus 2019 tersebut, muncul gagasan untuk memformalkan diskusi ke dalam bentuk seminar. Alasannya, diskusi grup WA terbatas. Di luar sana banyak guru belum terpapar informasi dan sulit terlibat dalam diskursus aktual tentang profesi guru.

“Dari diskusi grup WA sepakat untuk dinaikkan menjadi diskusi terpumpun atau focus group discussion (FGD). Namun akhirnya, kami putuskan untuk menggelar seminar nasional,” terang Najip.

Seminar nasional ini akan dihadiri sekitar 1000 peserta dari berbagai kota di tanah air, sebagian besar peserta berasal dari Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Di luar itu, terdapat peserta dari Bangka Belitung, Maluku, Pekanbaru, Medan, dan Nusa Tenggara Timur. (Ida)

Berita Terkait