6 Etika Bisnis Rasulullah SAW



Beritainspiratif.com - Dalam berbisnis, Rasulullah  SAW bertransaksi dengan semua golongan manusia dari beragam latar belakang status sosial, agama, suku, bangsa, bahasa dan negara. Rasulullah SAW selalu menerapkan etika dalam bisnis sehingga  beliau mampu menjaga nilai-nilai harga diri, kehormatan dan kemuliaan. Dengan menerapkan nilai-nilai etis dalam berbisnis, berbagai perilaku yang merugikan pelanggan atau mitra bisnis juga bisa dihindari.

Meskipun pada masa awal berbisnis, Rasulullah SAW  belum diangkat sebagai Nabi dan Rasul-Nya, tetapi beliau telah memulai menerapkan etika bisnis yang baik. Etika bisnis ini menjadi terkonsep dan sempurna setelah pengangkatannya sebagai Nabi dan Rasul-Nya.

Pertama, kesungguhan. Kesungguhan Rasulullah SAW yang didasari pada keyakinan dan tawakkal kepada Allah SWT. Sejak kecil beliau sudah berpikir untuk mandiri dan berusaha membantu kehidupan keluarga pamannya, Abu Thalib, yang tengah mengalami kesulitan ekonomi. Beliau merasa harus berbuat demikian karena dirinya hidup dan tinggal bersama mereka.

Pada usia 12 tahun, beliau pernah ikut berdagang bersama rombongan pamannya, Abu Thalib, keSyam (Syiria), sebuah Negeri yang jauh dari Makkah. Kemudian saat remaja, sekitar 16 tahun, Rasullullah SAW bersama pamannya yang lain, Zubair, adik Abu Thalib, mengikuti perjalanan ke Yaman. Beliau juga ke Iraq, Yordania, Bahrain dan kota-kota perdagangan di Jazirah Arab lainnya.

Kedua, kejujuran. Jauh sebelum beliau menjadi Nabi dan Rasul-Nya, masyarakat di Makkah telah mengenalnya sebagai orang yang sangat jujur sehingga beliau digelari“al-amin”, yang berarti“orang terpercaya.” Demi menjaga kepercayaan pelanggan, beliau berterus terang jika ada suatu barang yang dijual apa adanya.

Dari Watsilah bin al-Asqa’ iaberkata, Saya mendengar Rasulullah saw bersabda:“Tidak dihalalkan bagi seseorang menjual sesuatu, kecuali ia menjelaskan apa yang ada di dalamnya dan tidak dihalalkan bagi seseorang yang mengetahui hal tersebut (aib), kecuali ia menjelaskannya." (HR Ahmad, Hakim, danBaihaqi).

Kemudian karena kejujuran Rasulullah, orang-orang Makkah yang tidak sanggup mengelola modalnya, menginvestasikan kepada beliau untuk dikembangkan bisnisnya. Mereka senang menjalin kemitraan dengan Nabi yang selain dikenal jujur, pun pandai dan ulet dalam berbisnis.

Abu Sa’id meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: “Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya akan dimasukkan dalam golongan para Nabi, orang-orang jujur dan para syuhada.” (HR. Tirmidzi)

Ketiga, keadilan. Rasullullah SAW tidak membeda-bedakan mitra bisnis atau pelanggan. Yang mana hal tersebut merupakan salah satu perwujudan dari sikap adil. Bersikap adil membuahkan rasa nyaman bagi mereka.

Kedudukan antara beliau dengan mitra bisnis dan pelanggan dibangun melalui prinsip keadilan serta transparasi seperti dalam bagi hasil (mudharabah), kepastian adanya barang (juga kualitasnya) dan harganya yang ditawarkan. Beliau menjauhi penerapan riba yang membebani pelanggan dan mitra bisnisnya.

Sa’ad bin Abi Waqqas mengatakan, ia mendengar Rasulullah SAW ditanya tentang pembelian (barter) kurma kering dengan kurma segar. Tanya Rasul, “Apakah kurma segar akan menyusut saat mengering?.” Setelah dijawab bahwa kurma akan menyusut, Nabi melarang transaksi tersebut. (HR. Malik ,Tirmidzi, Abu Daud, Nasa’idan IbnuMajah)

Keempat, kerelaan dan kesepakatan. Tidak ada paksaan dalam bertransaksi bisnis, juga tidak egois. Ketika melakukan transaksi atau kemitraan, RasulullahSAW memerintahkan setiap orang yang terlibat untuk melakukannya secara sukarela dan melarang adanya unsure tekanan atau paksaan.

Beliau bersabda:“Sesungguhnya jual beli itu dilakukan dengan sukarela. (HR. Ibnu Hibban). Kemudian di dalam Al-Qur’an. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta secara batil, kecuali dengan jalan yang timbul dari kerelaan di antara kalian.” (QS. An-Nisa: 29)

Kelima, murah hati dan kedermawanan. Profesionalisme Rasulullah SAWdalam berbisnis tidak dilandasi kecintaan terhadap harta atau kekayaan. Bagi beliau berbisnis merupakan bagian dari ibadah. Ketika bertransaksi bisnis, beliau memberikan kemudahan-kemudahan kepada rekan bisnis atau pelanggan, serta tidak menentukan bagi hasil atau mematok harga barang (keuntungan) secara berlebihan. Kemudian beliau juga membebaskan pembayaran (hutang) seseorang yang terbukti tidak mampu untuk melunasi atau membayarnya.

“Dan jika orang yang berhutang itu dalam kesulitan, maka beritangguhlah sampai dia berkelapangan. Tapi jika kamu menyedekahkannya, itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”(QS. Al-Baqarah: 280)

Keenam, ikhlas melayani. Rasulullah SAW sangat ramah tamah terhadap mitra bisnis atau pelanggan. Beliau mengajarkan bahwa berbisnis dalam islam tidak boleh sekedar mengejar keuntungan, melainkan juga berorientasi kepada sikap ta’awun (tolong menolong).

Rasulullah SAW bersemangat dalam melayani pelanggan dan mitra bisnisnya. Beliau berusaha berbaik sangka, menunjukkan keterbukaan diri, bersikap komunikatif serta memberikan kemudahan.

Rasulullah SAW bersabda: “Allah SWT merahmati seseorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis.” (HR. Bukhari)

Semoga bermanfaat.

Ditulis Oleh: Hamidah Nur Azizah

Berita Terkait